Pemberitaan menceritakan perubahan ini.
Sejak 2009, para kandidat semakin sering bertemu dengan kelompok etnis dan agama skala kecil ketimbang terlibat kampanye besar.
Mereka berkampanye lebih banyak dengan pemimpin lokal ketimbang pimpinan partai, berusaha menciptakan kedekatan etnis dan agama, dan mengubah fokus pesan dari partai menjadi karakter, pengalamann, dan layanan mereka masing-masing.
Secara keseluruhan, pemilihan legislatif menjadi lebih kandidat-sentris.
Sebagian dari kita bisa berprasangka bahwa kandidat-kandidat politik itu hanya berusaha menarik dukungan dari kelompok etnis dan agama mereka sendiri serta berusaha untuk mendominasi kelompok di luar.
Namun, kenyataannya tidak demikian.
Saya menemukan bahwa pesan-pesan kandidat cenderung positif dan mereka menghindari pendekatan negatif atau strategi yang menjauhkan kelompok etnis atau agama lain.
Lebih lanjut, di daerah yang beragam, jamak bagi kandidat untuk mengunjungi, meyakinkan, dan menerima dukungan dari kelompok etnis dan agama lain.
Secara keseluruhan, aturan yang berpusat pada kandidat justru memperkuat hubungan pribadi antara pemilih dan wakil mereka: sekarang masyarakat Indonesia diberikan lebih banyak informasi tentang kandidat dan memiliki lebih banyak waktu untuk terlibat dengan mereka.
Baca Juga: Masa Kampanye, KPU Bantul: Pemasangan APK Harus Tetap Perhatikan Estetika
Pilkada 2020