Meskipun penelitian saya berfokus pada pemilihan legislatif (pileg) Indonesia, terdapat sebuah hubungan antara penemuan di pileg sejak 2009 dan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang jauh lebih fokus pada kandidat.
Dalam pilkada, pendekatan kelompok etnis lokal, agama, dan komunitas lain melalui acara kecil, pernyataan dukungan, dan permintaan dukungan sudah sangat lazim.
Akan tetapi, menurut saya, kampanye pilkada 2020 mendatang akan cukup berbeda karena dampak pandemi COVID-19.
Pertama dan terutama, acara kampanye langsung seperti yang saya bahas di atas akan dibatasi, sehingga kandidat baru akan memiliki kesempatan lebih sedikit untuk bertemu tatap muka dengan kelompok etnis, agama, dan komunitas. Ini menjadi keuntungan bagi petahana.
Namun, karena acara seperti ini telah menjadi bagian utama dalam kampanye Indonesia, kita dapat menduga akan terjadi beberapa pelanggaran terhadap pembatasan ini.
Dalam tahap pendaftaran pada awal September sudah terlihat berbagai pelanggaaran pada protokol kesehatan.
Kedua, para kandidat akan lebih sering menggunakan media lain seperti poster, media lokal, radio, media sosial, dan pertemuan virtual untuk terhubung dengan pemilih.
Penelitian di Amerika Serikat telah menemukan bahwa konten media politik dapat menginformasikan dan memobilisasi para pemilih untuk termotivitasi melihat informasi politik.
Meskipun demikian, cara ini akan berdampak kecil kepada mereka yang tidak tertarik pada politik.
Baca Juga: Masa Kampanye, KPU Bantul: Pemasangan APK Harus Tetap Perhatikan Estetika
Secara keseluruhan, kampanye yang didorong oleh media cenderung memiliki efek lebih terbatas dalam pengetahuan politik dan partisipasi politik pemilih. Beberapa bukti menunjukan bahwa cara ini bahkan dapat mendorong meningkatnya sikap apatisme pada politik.