Jadi salah satu cara untuk memperpanjang umur Jakarta supaya tidak segera tenggelam ya memang harus ada yang namanya penampungan air besar seperti waduk raksasa. Jadi kalau misalnya ada air dari Bogor atau mana kan bisa dialirkan ke waduk raksasa itu. Itu salah satu cara solusi untuk menampung supaya luapan air tidak menyebabkan banjir.
Untuk menyelamatkan Jakarta memang butuh pengorbanan, terutama pencarian dana yang besar. Itu bukan pekerjaan mudah.
Beberapa waduk yang ada sekarang di Jakarta belum mencukupi untuk menampung air?
Nggak cukup, apalagi kalau musim hujan kan kita tidak bisa prediksi. Volume air hujan itu dari musim ke musim selalu meningkat, jadi belum lagi hantaman dari kenaikan permukaan air laut karena akibat perubahan iklim.
Butuh berapa banyak waduk untuk menampung air di Jakarta?
Kalau menurut saya sih bagusnya setiap kecamatan ada waduk raksasa, bukan hanya tingkat kabupaten satu waduk tapi setiap kecamatan ada waduk. Setiap daerah pasti menerima volume air yang berbeda. Jadi, sekali lagi ini berkait dengan anggaran.
Saat ini Gubernur Anies gencar melakukan naturalisasi, apakah ini efektif nggak untuk menghambat proses tenggelamnya Jakarta?
Itu hanya solusi sementara. Itu salah satu usaha juga yang tergolong murah, tapi hanya sementara saja tidak bisa bertahan lama misalnya hingga 25 tahun ke depan.
Penanggulangan jangka panjangnya apa?
Baca Juga: Prabowo Ramal Jakarta Tenggelam di 2025, Ilmuwan : Betul Itu
Pertama membangun waduk raksasa di setiap kecamatan, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan wilayah dan anggaran. Misalnya kecamatan yang tidak pernah bermasalah dengan banjir tentu waduk raksasa belum prioritas. Kedua, untuk mencegah terjangan atau rembesan air laut harus dibangun Giant Sea Wall supaya ombak yang ada tidak menghantam daratan. Ketiga, perbaiki kesadaran/edukasi masyarakat akan pentingnya dan dampak dari lingkungan.
Biografi singkat Wayan Suparta
Wayan Suparta lahir di Klungkung, Bali. Sejak 2012 hingga 2017 dia menjadi Associate Professor di Space Science Centre (ANGKASA) Universiti Kebangsaan Malaysia dan sempat sebagai profesor penuh de facto di sana sebelum akhirnya kembali ke Indonesia.
Wayan merupakan tokoh sentral dalam pengembangan konferensi IconSpace dan Konferensi Internasional Teknologi Sains dan Teknologi 2016 tentang Perubahan Iklim (STACLIM) sepanjang karirnya di UKM.Dia juga pernah sebagai anggota penasehat Task Force Cuaca Ekstrem Kerajaan Malaysia. Kini dia menjadi dosen paruh waktu di beberapa perguruan tinggi di Indonesia, seperti Universitas Bina Nusantara Jakarta, di mana sebelumnya juga pernah mengajar di Universitas Teknologi Yogyakarta dan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Wayan merupakan ilmuan di bidang aplikasi penginderaan satelit jarak jauh untuk studi cuaca antariksa dan iklim, bencana alam, fisika terestrial, dan pemodelan gangguan satelit. Dia adalah ilmuwan Indonesia pertama yang melakukan penelitian tentang Meteorologi Ruang Angkasa di Benua Kutub (Antartika dan Artik).Wayan sehingga kini masih menekuni bidang akademik dan juga sebagai pengamat perubahan iklim dan lingkungan global berbasis pembelajaran mesin (machine learning).