Fitri, Penyintas Melawan Eksploitasi Seksual Anak Berbalut Budaya Patriarki

Senin, 28 Januari 2019 | 15:32 WIB
Fitri, Penyintas Melawan Eksploitasi Seksual Anak Berbalut Budaya Patriarki
Fitri Noviana. Dia adalah penyintas sekaligus Project Manager Program ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial Anak) Plan Internasional Indonesia. [Suara.com/Erick Tanjung]

Jadi mereka punya standar perlindungan anak, seperti tidak ada pedagang asongan anak-anak. Karena banyak kasus, anak-anak pedagang asongan menjadi korban eksplotasi seksual turis di hotel. Beberapa kasus mereka jadi target pedofilia.

Selain itu, kami juga fokus melakukan pendampingan bagi anak-anak rentan. Misalnya anak-anak yang ditinggal orang tuanya bekerja di luar negeri menjadi TKI. Anak-anak ini tinggal bersama neneknya atau sanak saudaranya yang lain, sehingga pola asuhnya tidak bagus.

Apa saja modus kasus Eska yang anda temui di lapangan?

Misalnya di tempat-tempat wisata, banyak anak-anak pedagang asongan ditawar oleh bule-bule untuk berfoto. Selanjutnya mengobrol, dan turis itu mengajak mereka ke hotel untuk dipaksa melayani nafsu seksual. Itu kasusnya banyak terjadi di Lombok Barat, Senggigi.

Apa saja yang telah dilakukan di wilayah dampingan untuk pencegahan anak-anak dari kasus ESKA?

Makanya Plan Internasional Indonesia bekerja sama dengan komunitas lokal membuat Sanggar anak. Kegiatannya macam-macam, kami melakukan pemberdayaan bagi mereka, bagaimana anak-anak ini punya keahlian dalam bidang pariwisata dan sebagainya. Itu adalah salah satu bentuk mencegah, tak hanya kampanye, tapi apa yang bisa kita berikan bekal untuk anak-anak ini.

Sampai 2018, di Lombok Barat dan Lombok Tengah, kami sudah membantu 3.680 anak-anak rentan eksploitasi.

Di Lombok ini marak terjadi pernikahan usia anak, bahkan dianggap hal yang lazim bagi masyarakat. Apa kendala dalam pencegahannya?

Iya, banyak kendala sebetulnya dalam pencegahan pernikahan usia anak di lapangan. Kendala terberatnya saat pendampingan adalah ketika kita dihadapkan dengan tradisi yang sudah berlagsung lama di masyarakat.

Baca Juga: Hakim Tolak Ekspesi Terdakwa Merry Purba, Ini Alasannya

Mayoritas anak yang nikah dini memanfaatkan tradisi “Merarik” atau kawin lari. Merarik adalah tradisi masyarakat Lombok, seseorang yang menikah harus menjalani prosesi “Merarik”. Nah banyak kasus, anak-anak yang masih duduk di bangku SMP dan SMA menyalahgunakan tradisi itu untuk nikah dini. 

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI