Putra Wiji Thukul, Fajar Merah: Penuntasan Kasus HAM Mengecewakan

Rabu, 05 Februari 2020 | 07:50 WIB
Putra Wiji Thukul, Fajar Merah: Penuntasan Kasus HAM Mengecewakan
Ilustrasi wawancara putra Wiji Thukul, Fajar Merah. [Foto: Erick Tanjung / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Di luar kemanusiaan itu, kenyataannya banyak sekali orang yang mati-matian untuk sesuatu yang besar, namun keluarganya sendiri dia abai. Artinya, banyak sekali orang yang mati-matian untuk yang dituju sesuatu yang besar, namun mengabaikan yang kecil.

Aku sebenarnya memang inspirasinya itu datang dari cerita-cerita kemanusiaan. Pohon kemanusiaan itu buahnya banyak sekali. Terkadang terjadi dalam skala besar, tetapi banyak sekali dalam skala kecil.

Dari lirik-lirik yang Anda bikin tentang kemanusiaan dan HAM, apakah itu dilatari bapak Anda (Wiji Thukul yang hilang diculik)?

Sebetulnya apa yang pengen dibangun dari sebuah lagu itu, menurutku atas kesadaran personal. Misal, berbicara soal kekerasan di masa lalu. Menurutku goal-nya yang paling kecil: kekerasan itu tidak perlu dilakukan.

Bisa jelaskan bagaimana sejarah seni dalam politik Indonesia? Apakah seni itu menjadi alternatif dalam situasi politik?

Iya, menurutku memang seni itu adalah sesuatu yang menarik, bahkan tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan seni. Kemudian seni juga salah satu instrumen belajar juga.

Menurutku, dari dulu kita sama tahu, banyak sekali perjuangan yang dilakukan dan disampaikan lewat seni. Banyak sekali seni dapat mengubah pola pikir penikmat seni, terutama untuk orang-orang yang mungkin di sekitar kita banyak sekali orang yang tidak melek pendidikan (perpendidikan rendah). Seni itu bisa menjadi salah satu media untuk kita belajar sadar soal kemanusiaan. Itu saja.

Musisi kesukaan Anda yang menginspirasi, baik itu di luar maupun di dalam negeri, siapa sih?

Banyak sekali. Kalau di luar negeri itu, Kurt Donald Cobain, John Lennon, Green Day. Tetapi di Indonesia banyak sekali musisi-musisi yang pantas masuk dalam list referensi musik gitu. Jaman kecil, aku itu banyak mendengarkan Slank, Padi, Dewa 19, terus Efek Rumah Kaca, Navicula, Iksan Skuter, dan banyak lagi.

Baca Juga: Irna Narulita: Saya Yakin Pandeglang Bisa Menarik Perhatian Dunia

Kembali ke soal penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM di Indonesia, menurut Anda, apakah masih ada harapan?

Harapan itu tetap yang baik-baik. Dan itu seharusnya memang dilakukan oleh pemerintah sebagai yang punya wewenang. Karena cuma kepada mereka (pemerintah) pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dapat dilakukan. Kita kan cuma bisa mengingatkan, dan harapannya mereka benar-benar memaksimalkan penglihatannya, pendengarannya, perasaannya, karena sudah diberi kekuasaan yang besar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI