Wawancara Khusus Sevo Widodo, Warga Global Pendiri Silicon Bali

Rabu, 27 Mei 2020 | 07:01 WIB
Wawancara Khusus Sevo Widodo, Warga Global Pendiri Silicon Bali
Ilustrasi wawancara Sevo Widodo. [Foto: Instagram @sevowidodo / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Jadi begini, kita bukan memberi solusi di mana kita ngasih jaminan atau anything. Yang kita berikan semacam guide. Kita bikin tim yang betul-betul ngerti bagaimana cara kerja ini.

Kita banyak orang dari tim ini yang dulu kerja di AISEC. Kalau tahu AISEC itu student organization yang setiap tahun memfasilitasi 30.000 sampai 40.000 student untuk internship di luar negeri. Setiap tahun mereka accross 120 negara. Saat ini, CEO saya dulu juga bekas Global President AISEC.

Jadi, kita benar-benar ngerti, di tiap negara ini apa yang dibutuhkan. Contohnya, saya orang Indonesia, umur segini, punya paspor Indonesia, mau kerja di Portugal, di hostel selama 3 minggu. Apa yang saya butuhkan? Oh, karena ini unpaid job, jadi yang saya butuhkan hanya travel visa. Karena saya gak dibayar, tapi cukup untuk meng-cover hidup selama di sana.

Jadi benar-benar di-customized. Kita gak kasih support untuk nge-apply. Kita kasih guidence aja. Karena beda company-company policy-nya beda.

Company kecil, NGO atau startup, gak ada duit untuk bayar relocation. Kalau startup gede mereka bayar ribuan dolar untuk ngebantu orang ini pindah. Makanya tiap opportunity jelas kelihatan apa yang di-support.

Ini jujur aja kenapa saya bikin Silicon Bali. Awalnya saya pun berpikir, 'Kayaknya impossible orang Indo, paspor Indo. Ini susah mau kemana-mana.' Cuma at the end of the day, saya kemudian mulai nge-break sterotype lewat experience saya sendiri. Jujur susah, cuma gak impossible. Kalau opportunity-nya ada, reason-nya jelas, pasti bakal ada yang lewat-lewat aja.

Tingkat kesulitan menembus opportunity di setiap negara berbeda-beda; bagaimana mengatasinya?

Ada pasti. Makanya kita sekarang gak feature opportunity di Amerika dan Inggris, karena hampir impossible untuk orang-orang kita. Tapi di tempat-tempat lain di Eropa, South America, mereka lebih flexible. Kita banyak mem-feature opportunity di Portugal karena di sana betul-betul friendly untuk visa pekerja dan sebagainya, apalagi kalau untuk startup. Makanya kita target.

Kalau Afrika, bagaimana?

Baca Juga: Agus Sudibyo: Negara Harus Hadir untuk Membantu Pers agar Tetap Hidup

Jujur aja ya, Afrika memang lebih longgar kalau punya connection dan harus bayar-bayar along the way karena negaranya korup. Saya dulu datang ke sana dengan tourist visa, dua minggu pertama ajukan work visa. Orang-orang imigrasi pada minta sogokan, tapi akhirnya keluar. Sejauh ini hampir setiap negara lancar-lancar, so far belum pernah saya di-reject.

Di Indonesia banyak pekerja migran. Apakah mereka bisa memanfaatkan platform di Silocon Bali?

Of course bisa. Tapi tergantung pekerjaannya, apa yang mereka cari. Karena kita bukan pihak yang memilih candidates atau yang melakukan selection process. Kita hanya marketplace.

At the end of the day, kalau para pekerja migran ini punya skill set dan background, misalnya ingin mencoba kerja di startup pasti gak bakal dapat. Tapi kita punya banyak opportunity lain yang pas untuk mereka, misalnya volunteering. Banyak juga volunteering di startup yang gak butuh requirement. Jadi literarily, Anda gak harus bagus di something, tapi bisa cari opportunity yang memberi kesempatan learn pertama kali.

Contoh kita ada orang-orang yang punya experience kayak di banking atau law ingin mulai pindah ke startup, mulai marketing tapi gak ngerti. Makanya itu carilah opportunity yang bikin Anda jadi ngerti. Itu banyak.

Apa yang unik dari Silicon Bali?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI