Wawancara Khusus Sevo Widodo, Warga Global Pendiri Silicon Bali

Rabu, 27 Mei 2020 | 07:01 WIB
Wawancara Khusus Sevo Widodo, Warga Global Pendiri Silicon Bali
Ilustrasi wawancara Sevo Widodo. [Foto: Instagram @sevowidodo / Olah gambar: Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dari situ saya mulai explore nama-nama yang menurut saya exciting dan merepresentasi brand itu sendiri. Ketemulah nama Silicon Bali. Lumayan mahal untuk beli namanya apalagi di domainnya. Karena tujuannya, nama Silicon Bali itu nge-combine Silicon Valley dan global destination like Bali; kebetulan line-nya sama.

Mengapa namanya Silicon Bali?

Jadi nama Silicon Bali bukan karena... Of course keren juga, karena dari Indonesia. Kita dari Indonesia jadi represent. Cuma mainly jujur aja karena pengen nge-combine dua konsep itu. Bali kan sekarang populer sebagai global destination orang liburan atau nomad. Sedangkan Silicon Valley, semua tahu itu tempat (di selatan Teluk San Fransisco di California Utara, Amerika Serikat --Red) tech company, opportunity top juga di dunia. Jadi saya meng-combine dua nama itu.

Pas saya beli, karena logaritma domain dilihat dari popularitas nama, bayangkan aja sekarang nama Bali udah salah satu paling populer di dunia, dan nama Silicon Valley juga sangat populer. Kalau kita combine dua-duanya, sudah luar biasa. Untung saya dapat option di mana saya bisa financing namanya.

Apa konsep Silicon Bali?

Silicon Bali itu platform untuk mencari work opportunities around the world, basically. Karena problem yang kita mau solved itu nyari opportunities di luar negeri yang bukan di negara kita sendiri. Itu susah.

Contah, Mbak atau saya orang Indonesia, tiba-tiba mimpi untuk kerja di Brasil, Afrika, atau Portugal. Kemana tuh saya nyari? Kaena kalau saya ke platform yang normal dan lokal di Portugal atau Brasil, bahasanya pasti bahasa lokal. Mayoritas opening-opening yang di sana adalah untuk orang lokal, bukan untuk orang luar negeri.

Apalagi kalau kita, sebagai anak muda, makin susah. Karena opportunity di luar yang dibuka itu untuk orang-orang yang lebih senior. Jadi saya mikir, gimana kita anak-anak muda nyari job opportunity.

Terus dari situ kita mulai lihat kompetitor, either mereka sebagai student organization di mana banyak birokrasi, dan, ya sudahlah kita mulai bikin ini. Konsepnya kaya Airbnb. Cuma kita adalah work opportunity stranging.

Baca Juga: Agus Sudibyo: Negara Harus Hadir untuk Membantu Pers agar Tetap Hidup

Jadi kita punya tiga types of opportunities: impactful, casual, and professional.

Impactful ini literarily kamu bakal travel dan kerja untuk bikin impact. Contoh, bisa volunteer di sekolah-sekolah di Afrika atau kerja bantu-bantu bisnis kecil di South America, di Indonesia.

Casual, lebih kayak leisure dan travel driven, contoh bisa kerja di served camp, di hostel. Jadi tujuannya lebih bagus untuk sambil liburan atau ingin ketemu orang dari luar negeri, belajar bahasa lain.

Professional, lebih kalau benar-benar mau kembangkan skill-nya. Misalnya internship di startup. Dan kita mulai ngetes job opportunity untuk full-time job juga. Really rich. Mulai unpaid opportunity sampai opportunity yang kita dikasih food sama accomodation, sampai yang paid job.

Yang really membedakan kita, kita punya opportunity ini, pertama open ke orang-orang luar dan second, opportunity kita arranged. Karena saya gak mau kerjaan ini hanya kerjaan office.

Menurut saya yang exciting di dunia itu beda-beda. Contoh, kita kepikiran kalau kerjaan di Afrika yang paling keren, apa sih? Pasti ingin kerja di Safari. Sedangkan di Brasil, apa sih yang exciting di sana? Pasti kepikiran bisa kerja di tim-tim bola atau sekolah carnaval.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI