Cara Justinus Agus Satrio, Sumbang Ilmu Biomassa ke Indonesia dari AS

Dwi Bowo Raharjo Suara.Com
Jum'at, 21 Agustus 2020 | 14:14 WIB
Cara Justinus Agus Satrio,  Sumbang Ilmu Biomassa ke Indonesia dari AS
Ahli biomassa Indonesia di AS, Profesor (teknik kimia) Justinus Agus Satrio, Phd. [Foto dok. pribadi]

Jadi mereka sama-sama mengerti bisnisnya. Kalo biomassa itu agak sulit, karena memproduksi biomassa itu berbeda dengan pemrosesannya. Jadi dari perusahaan, pabrik, kemudian kalo biomassa biasanya diambil dari banyak petani. Nah untuk mengkoordinasikannya, itu sulit.

Dari paparan yang disampakan, nampaknya cukup banyak tantangan. Itu sebabnya mengapa orang lebih prefer batubara yang praktis tinggal menggali ditambang batubara, shipping ke PLTU, lalu diproses menjadi listrik, kemudian listrik didistribusikan. Sementara kalo biomassa kan rangkaiannya panjang sekali.

Betul, rangkaiannya panjang sekali dan itu kompleks.

Jadi, masing-masing komponen mulai dari memproduksi, transportasi, dan penyimpanan misalnya di PLN sebagai perusahaan listriknya. Nah mereka tentu perlu untuk penyimpanan. Kalo batubara, ditumpuk di luar saja tidak masalah. Sedangkan biomassa itu tidak mudah. Apalagi kalo kena hujan, misalnya, itu bisa rusak kan biomassanya. Jadi itu harus disimpan, supaya tetap kering.

Pelet itu mungkin ya kenapa cukup populer, karena pelet itu tujuannya untuk meningkatkan density, jadi dipadatkan. Kandungannya per volume itu bisa lebih besar.

Ini maksudnya pelet kayu ya?
Iya, pelet kayu, atau pelet dari cangkang kelapa sawit. Semakin padat, semakin uniformed, itu untuk transportasinya, lebih mudah untuk dibawa, daripada kalau masih berupa lepasan seperti bubuk. Itu akan lebih sulit untuk ditransportasikan.

Kalau kembali ke Amerika. Di sana mewah juga ya kedelai, jagung, produk makanan itu tidak lagi dikonsumsi tapi sudah dipakai sebagai bahan pembuat listrik. Sementara di kita, masih mengandalkan sampah-sampah sisa untuk dikelola. Jadi sumber energy biomassa tidak seperti di Amerika yang memang petani sengaja menanam jagung, kedelai untuk men-supply atau dimanfaatkan sebagi sumber energi biomassa.

Ya, pertama karena pertanian di Amerika itu surplus. Malah petani itu ada yang diberi tunjangan untuk tidak menanam, karena terlalu over supply. Tingkat produksi jagung, kedelai itu jauh lebih besar dari kebutuhan. Jadi makannya seperti di Indonesia, tempe banyak kedelainya diimpor dari Amerika. Amerika itu eksportir terbesar kedelai dan juga jagung, biasanya untuk makanan ternak.

Jadi itu tidak masalah untuk supply biomassanya. Cuma kembali itu masalah etik ya.  Jadi seperti masalah impact terhadap lingkungan, terhadap ya..untuk isu sosial. Karena kemudian kok tidak kirim ke Afrika saja, yang masih kelaparan misalnya. Tapi ya itu kembali masalah supply and demand. Dan juga kembali masalah ekonomi.
Tapi kalau tadi Anda menyebut tentang sampah. Nah itu sebetulnya satu potensi yang sangat besar. Seperti sampah dari masyarakat itu sebetulnya satu potensi yang sangat besar.

Baca Juga: Wawancara Hadi Pranoto, Anji Ingin Berbagi Kebaikan untuk Masyarakat

Saya sekarang cenderung untuk melihat ke situ. Untuk penelitian, saya lebih tertarik dengan sampah. Seperti misalnya saat ini saya mempunyai penelitian, kerja dengan satu perusahaan, itu memproses limbah dari pembersihan air.
Dari memproseskan air bersih itu, banyak dihasilkan waste, limbah yang padat. Itu bisa dipakai juga. Biasanya dipakai oleh lokal perusahaan itu sendiri untuk menghasilkan panas untuk energy yang dipakai untuk memprosesnya.

Ini maksudnya limbah rumah tangga?

Iya. Jadi limbah atau sampah dari rumah tangga. Itu sampah organik ya.

Jadi itu bisa dipakai untuk menghasilkan energy. Misalnya kalau saya melihat yang mungkin di Indonesia itu, pasar, misalnya, atau yang tempat-tempat menghasilkan banyak sampah. Nah itu daripada diangkut, kemudian ditaruh di tempat (pembuangan.Red) limbah akhir, bisa dikaji bagaimana caranya dari sampah organik itu kemudian diproses, disimpan untuk menghasilan listrik lokal.

Itu ada teknologi dengan anaerobic digestion yang lebih dikenal dengan teknologi biogas.
Sebetulnya itu adalah satu potensi. Teknologi biogas itu salah satu potensi dimana bisa dilakukan dalam berbagai skala. Dari skala kecil sampai skala besar.

Biogas itu kan dari sampah. Jadi biogas menghasilkan gas, gas biogas itu kandungan metana, CH4 atau methane, itu sama dengan natural gas. Nah itu kemudian bisa dipakai untuk power genaration. Jadi untuk memakai genartor kecil.
Tapi berarti harus sampah organik kan ya. Kalau di rumah tangga, mereka harus terbiasa memilah-milah.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI