Siti Ruhaini Dzuhayatin: Indonesia Model Implementasi HAM di Negara Muslim

Sabtu, 12 September 2020 | 09:26 WIB
Siti Ruhaini Dzuhayatin: Indonesia Model Implementasi HAM di Negara Muslim
Siti Ruhaini Dzuhayatin. [Suara.com / Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kebetulan sekarang saya di Kantor Staf Presiden bagian Tenaga Ahli Utama, yang sedang kita dorong terus-menerus ini adalah penyelesaian-penyelesaian yang bersifat mediatif. Jadi jangan sampai masalah ketegangan ini menjadi konflik yang terbuka.

Kami terus berkomunikasi dengan Kementerian Agama, dengan kementerian terkait, bahkan kadang-kadang dengan kepala pemerintahan daerah, apakah itu gubernur, apakah itu bupati. Teman-teman dari KSP harus ke Kuningan misalnya, untuk Sunda Wiwitan yang kemarin itu. Salah satunya adalah bagaimana menyelesaikan masalah-masalah secara mediatif, sehingga ditemukan titik temu dari masing-masing yang bersitegang. Setidaknya mereka bisa (ada) win-win solution di situ.

BELAJAR. Belajar. Suasana belajar kelas tunas bagi anak pengungsi Syiah sampang di Rumah Susun Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo, Sabtu 14 September 2019. [Bayu Diktiarsa/Jatimnet]
Suasana belajar Kelas Tunas bagi anak pengungsi Syiah Sampang di Rumah Susun Puspa Agro, Jemundo, Sidoarjo, Sabtu 14 September 2019. [Bayu Diktiarsa / Jatimnet]

Kasus Syiah di Sampang, kasus Ahmadiyah di NTB, itu juga kita coba lewat KSP. Karena KSP ini kan Kantor Staf Presiden, yang mengawal janji dan misi Presiden agar itu ter-delivered, tidak hanya sent. Sering kali Pak Moeldoko (ingatkan), ini tidak hanya segera disampaikan tapi harus dilakukan.

Ini akan kita coba, akan terus-menerus mendorong kepala daerah untuk dapat mencari solusi yang sifatnya mediatif. Nah itu caranya, dan itu saya selalu optimis. Selama ini Indonesia tetap dipandang sebagai negara yang mampu menyelesaikan konflik-konflik keagamaan dengan baik.

Saya nanti tanggal 21 diundang sebagai pembicara jarak jauh oleh satu universitas besar di Peru, untuk men-sharing bagaimana Indonesia ini dengan kemajemukan luar biasa, terutama mengenai agama, tapi kita tetap bersatu.

Itu bagi saya sangat-sangat melegakan. Ketika ada satu negara, pada saat universitas mengundang saya untuk cerita tentang itu, kita masih punya harapan bahwa kita masih bisa mendamaikan. Kita masih bisa mencarikan solusi mediatif untuk intoleransi ini.

Soal mazhab-mazhab minoritas kerap jadi sasaran aksi fitnah, maupun intoleransi seperti umat muslim di Sampang itu yang hingga kini masih ada di penampungan, berarti yang jadi persoalan adalah kekurangpahaman masyarakat menerima kehadiran mereka? Atau persoalan apa?

Bisa kurang paham, atau enggak mau paham. Persoalannya mungkin kurang paham, atau mungkin tidak mau tahu karena kepentingan-kepentingan. Ada kepentingan, ada pengaruh, itu yang memang perlu diurai sebetulnya kepentingannya ada di mana. Kalau nanti ini bisa terurai kepentingannya, setidaknya tidak 100 persen kepentingan itu acomplished, tapi seperti 50-50 bisa disampaikan.

Ini kan sekarang, kadang-kadang kita juga harus betul-betul agak sabar dan harus nafasnya agak panjang ya, untuk bicara dengan saudara-saudara kita yang tidak mau mengerti, tidak mau menerima.

Baca Juga: Profil Munir, Pejuang HAM yang Dibunuh di Udara

Misalnya begini. Ada satu gereja akan didirikan, nggak boleh di kampung, itu nggak jadi ya. Terus kelompok ini akan membeli ruko untuk gereja, dan dipermasalahkan lagi ini kan tempatnya. Nanti mereka mau disuruh ke mana? Apa sebetulnya, kalau misalnya di kampungnya tidak mau, mereka mau homogen, monggo. Tapi ketika ada alternatif satu kelompok ini mencari tempat untuk beribadah, ya sudah ya. Toh di ruko ini nggak ada yang terganggu. Maksud saya, itu perlu kita berikan pengertian. Okelah kalau masih belum bisa diterima di lingkungannya, tapi berilah alternatif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI