Itu tidak mudah, karena panjang tahapannya. Mungkin kalau orang melihat hanya dapat medalinya. Padahal mereka mulai dari tingkat sekolah, kabupaten, provinsi, (ke) nasional. Setelah nasional, seleksi untuk ke internasional itu panjang, dan itu tidak mudah untuk siswa. Alhamdulillah kita bisa istiqomah, tetap konsisten, kita bisa meraihnya. Dan tentu di tahun yang akan datang saya kira akan sama. Karena sudah dilabeli internasional, jadi kita tinggal mempertahankannya.
Pak Menag (Menteri Agama) katanya memberikan pesan khusus agar MAN IC Serpong tidak terlena, sehingga prestasinya tidak tersalip oleh sekolah lain. Bagaimana itu caranya?
Saya kira betul apa yang disampaikan. Kita tidak boleh terlena, tidak boleh merasa jumawa. Makanya saya bilang tadi, kita akan terus evaluasi. Setiap capaian yang kita raih, kami sudah terbiasa mengevaluasi diri. Capaian yang didapat kita evaluasi. Kenapa? Karena anaknya berganti. Hari ini (misalnya) si A (yang berprestasi), tahun depan kan pasti bukan dia lagi. Maka tentu kita harus evaluasi, mulai dari proses pembinaan, pendampingan, sehingga tidak terlena. Selalu melakukan banyak hal, dievaluasi terkait capaian dan target untuk ke depannya.
Ngomong-ngomong, Bapak sendiri sudah menjabat sebagai Kepala MAN IC Serpong sejak kapan ya?
Saya di MAN IC Serpong mulai 23 April 2021. Saya terhitung masih baru di sini. Sebelumnya saya Kepala MAN IC Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, hampir 5 tahun memimpin IC Kendari. Rasanya pasti berbeda. Di Kendari saya punya cerita merintis MAN IC Kendari berdiri. Saya pertama ke sana dan harus memulai Insan Cendekia Kendari. Saya masih ingat betul, sebelum ke Kendari saya ke MAN IC Serpong untuk meminta saran, pendapat dan masukan ke Kepsek MAN IC Serpong saat itu. Sebelum saya berangkat ke Kendari saya minta petuahnya, saat itu 2016. Saya meminta saran terkait apa yang saya lakukan untuk memulai MAN IC. Alhamdulillah, saya dibekali banyak hal, baik tentang program, konsep, kemudian bagaimana mengelola dan me-manage. Kemudian akhirnya di sini pun, saya tidak menduga masuk ke MAN IC Serpong yang sebelumnya saya datangi.
![Sejumlah siswa MAN Insan Cendekia Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), tengah beraktivitas di jam waktu istirahat usai belajar, Selasa (12/10/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/10/12/79190-man-insan-cendekia-serpong.jpg)
Sebelum di Kendari, (sempat) mengajar di MAN reguler di Bogor, dan saat itu kita ikut open bidding untuk Kepala MAN IC. Kita (sudah) dibekali MAN IC yang punya pedoman diatur oleh Kementerian Agama. Kita punya pedoman bagaimana menjalankan Insan Cendekia.
Anda sendiri memulai karier sebagai guru apa dulunya?
Dulu saya guru Quran Hadist di MAN 5 Bogor, dan menjadi honorer sejak 1999. Kemudian diangkat PNS 2005, berkarier di sana (sebagai) guru dan jadi kepala madrasah. Dan di 2015, saya juga sudah (ikut) assessment kepala madrasah di Jawa Barat. Tapi kemudian 2016 saya ikut assessment di MAN IC, dan lulus kemudian ditempatkan di MAN IC Kendari yang belum pernah saya datangi sebelumnya, dan itu saya harus membangun. Cerita seperti apa membangun, mengelola sekolah madrasah yang boarding school, yang luas tanahnya 10 hektare, saya kira perjalanan itu lumayan cukup mengasah saya selama lima tahun.
Value apa yang Anda dapatkan dan menjadi pegangan saat mengajar di madrasah di Bogor, lalu mendirikan MAN IC Kendari dan kini di MAN IC Serpong?
Baca Juga: Bupati Solok Epyardi Asda: Dulu Banyak yang Menolak Vaksin, Sekarang Sudah Antre
Saya kira niat. Apa pun yang dilakukan, ketika kita niat bisa bermanfaat buat umat, masyarakat, orang lain, di mana pun bekerja saya kira akan sama. Saya dari dulu punya filosofi bahwa kebaikan itu akan berbuah kebaikan. Dilakukan saja kebaikan di mana pun. Jangan meminta balasan, karena Yang Maha Membalas itu kan Allah SWT. Kalau minta balasan yang besar, ya sama Allah, jangan ke manusia. Kalau manusia bicara rupiah, ya rupiah, tapi kalau dari Allah pasti akan lebih besar. Saya lakukan itu. Jalani saja di mana bekerja, bertugas, karena kita abdi negara tidak pernah meributkan apa pun. Alhamdulillah hari ini ada di Serpong. Saya orang Bogor.
Soal sistem pendidikan kita saat ini, apa saja sih kurang dan lebihnya, menurut kacamata Anda?
Kalau bicara pendidikan secara umum, selalu jadi topik menarik. Yang harus dicermati adalah output dan outcome-nya, apa sih sebenarnya. Ketika kami di SMA, apa sih targetnya, apa output-nya. Saat ini, oke, memang targetnya perguruan tinggi. Tapi terkadang, kita lihat bahwa tidak semua sekolah siap mengantarkan siswa ke perguruan tinggi.
Kedua, setelah UN tidak ada, artinya tidak standar. Apa sih standar minimal yang harus dicapai oleh siswa? Ketika UN, ini tidak ada. Kemudian diganti assessment, walaupun menurut saya, ya mohon maaf, mungkin karena masih baru. Yang jelas, negara harus punya standar bahwa lulusan sekolah itu apa yang didapat oleh siswa. Baik di SMA ataupun MA. Tentu ini penting bagi kami pelaksana di lapangan, sangat penting. Saya melihat, kalau boleh fair dan jujur, bahwa mata pelajaran kita terlalu banyak, sehingga target kita terlalu banyak yang harus dicapai. Siswa tidak bisa fokus. Sementara siswa ketika masuk perguruan tinggi, itu fokusnya satu, bahwa spesialis apa yang akan diambil.
Terakhir, (soal) penguatan pendidikan karakter dan akhlak. Justru selama ini yang dikhawatirkan, pelajaran-pelajaran agama sampai pendidikan karakter kita hilang, karena pendidikan agama yang kurang. Pelajaran agama, tentu harapan kita tak hanya berbasis teori, tapi yang penting pembekalan karakter akhlak yang lebih banyak praktik. Melatih adab, etika, (agar) semua karakter itu bisa dijalankan anak-anak kita.
Menurut Anda, apa tantangan generasi milenial sekarang di era kemajuan teknologi seperti ini?