Peneliti Kementan Barlina Rindengan: Kita Terlanjur Terbiasa Konsumsi Minyak Goreng Sawit, Padahal Kelapa Lebih Banyak

Senin, 21 Maret 2022 | 06:40 WIB
Peneliti Kementan Barlina Rindengan: Kita Terlanjur Terbiasa Konsumsi Minyak Goreng Sawit, Padahal Kelapa Lebih Banyak
Ilustrasi wawancara. Peneliti Balit Palma Kementan, Barlina Rindengan. [Foto: Dok. pribadi / Olah gambar: Suara.com]

Hanya saja konsumen Indonesia inginnya yang sudah ada, nggak mau bersusah-susah produksi sendiri.

Padahal kalau kita kembali ke tahun 90-an kita membuat minyak goreng dari kelapa sendiri, bukan dari sawit, karena belum ada waktu itu, masih baru berkembang.

Kalau minyak lain dari Barat, seperti minyak kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, itu tidak cocok untuk menggoreng karena asam lemak tak jenuhnya tinggi, cepat sekali oksidasi, sehingga hanya cocok untuk menumis.

Jadi ketika buat tumisan sebentar saja di wajannya, sedangkan kalau menggoreng berjam-jam. Kalau pakai minyak goreng yang asam lemak jenuh tinggi, sudah terjadi oksidasi yang menimbulkan banyak radikal bebas, menyebabkan kanker.

Alternatif ada tapi mahal, sementara konsumen tidak mau yang mahal, maunya yang murah karena subsidi, mungkin.

Jika minyak kelapa bisa jadi alternatif, maka ideal minyak goreng kelapa dan sawit bisa digunakan untuk menggoreng berapa kali?

Sebenarnya tergantung dari bahan kita menggoreng. Kalau kita menggoreng ikan, walau pakai minyak kelapa, itu cepat sekali menjadi coklat, karena komposisi bahan pangan terurai di dalam minyak, akhirnya minyak jadi coklat.

Tapi kalau goreng keripik atau kentang, sampai 3 hingga 4 kali dipakai masih bagus.

Itu minyak kelapa, karena memang asam lemak jenuhnya tinggi tahan oksidasi, dibanding minyak yang asam lemak tak jenuh tinggi.

Baca Juga: Megawati Beri Saran Makanan Direbus, Emak-emak: Masalahnya Bukan Itu, Kenapa Minyak Goreng Mahal Bu!

Tapi sekarang orang bilang asam lemak jenuh tinggi sebabkan kolesterol, kita lihat dulu asam lemak jenuh yang mana, kalau di kelapa kan tergolong medium dia.

Sedangkan minyak sawit asam lemak tak jenuhnya lebih tinggi dibanding minyak kelapa.

Warga saat antre membeli minyak goreng di Toko Mart Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah (ANTARA/Akhyar)
Ilustrasi. Antrean warga saat hendak membeli minyak goreng yang masih langka di sebuah toko. (ANTARA/Akhyar)

Akibat langka dan mahalnya minyak goreng kemasan sawit, banyak masyarakat yang beralih menggunakan minyak curah. Sebenarnya apa sih bu, perbedaan minyak curah dan minyak kemasan dari pabrik?

Bedanya cuma di berapa kali penyaringan aja, kalau minyak curah cuma 1 kali penyaringan, kalau minyak kemasan itu sampai 2 kali penyaringan jadi lebih bening.

Minyak lebih bening ini, tidak kemerahan ini, apakah mempengaruhi nutrisinya?

Kalau minyak sawit banyak karoten, yang agak merah-merah, sebenarnya kalau dalam kesehatan karoten itu penting, jadi kalau ada merah-merahnya atau agak coklat sebenarnya lebih sehat.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI