CEO Lemonilo Shinta Nurfauzia dan Mimpi Mendemokratisasi Gaya Hidup Sehat Masyarakat Indonesia

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Jum'at, 04 November 2022 | 13:59 WIB
CEO Lemonilo Shinta Nurfauzia dan Mimpi Mendemokratisasi Gaya Hidup Sehat Masyarakat Indonesia
Co-founder dan CEO Lemonilo Shinta Nurfauzia saat ditemui tim Suara.com di Sentral Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/10/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

Secara personal ada tantangan kah, karena seringkali sulit memisahkan Kak Shinta sebagai CEO dan Lemonilo sebagai brand? 

Mestinya. Tapi kalau saya ngomong dianggap pura-pura. Mestinya cek ke teman-teman di sini atua ke tim. Tapi saya dan Co Founder Ron sama Jo bisa dibilang kita sehat. Kita melakukan hidup sehat. Kita aktif berolahraga, masing masing tiga kali seminggu seminggu untuk olahraga kalau ada waktunya bisa lebih lama. Kita juga menjaga makan sih. Maksudnya kita tetap makan enak, tapi jaga makan dalam bahasa kita. Dalam bahasa Lemonilo kita tidak regimental, maksudnya kalau kamu hidup sehat sama sekali gak boleh makan gorengan. Enggak loh, makan gorengan lagi mau? Makan aja, tapi in moderation. Sadar efek dari makanan seperti apa . Mau ngunyah -ngunyah aja, tapi habis itu kita atur setelah itu. Jadi kita konsep hidup sehat yang sustainable. 

Kita gak pernah bilang satu-satunya cara untuk hidup sehat harus konsumsi produk Lemonilo. Bukan, tapi kami adalah salah satu solusi. Tapi yang aktif lifestylenya gak boleh ditinggalin, makan sayur gak boleh ditinggalin Jadi ini semua harus 360 ya, harus tetap dilakukan. Tapi kalau mau makanan yang instan, we are honestly one of the best health products, it's not the best healthy product out there. Ya mungkin karena saya Co Founder jadi bias. Tapi bisa cek the ingredient on the label, dan kami cukup pede dengan ingredients kami, closes to nature. Makanya kita punya produk kan selalu terinspirasi dari alam. Maksudnya terinspirasi dari alam itu bukan terinspirasi dari alam. Kami mencoba meminimize semua produknya, supaya nutrisinya tetap baik untuk masyarakat Indonesia. 

Di masyarakat ada mindset kalau makanan sehat tidak enak, bagaimana mengubah mindset itu? 

Pastinya harus dibuktikan. Harus sampling kalau dari bahasa Lemonilo sebagai brand. jadi harus sampling karena kita harus kasih coba ke masyarakat. Kami sering memberikan sampel di masyarakat yang kami bagikan gratis. Tujuannya apa? Tujuannya untuk meningkatkan tingkat mencoba di masyarakat. Supaya orang memang tahu bahwa makanan sehat juga bisa enak, contohnya Lemonilo product. Saya bisa bilang bahwa rasanya memang  tidak sekuat yang lain, karena Lemonilo khas, rasa Lemonilo pas, jadi sangat pas. Supaya memang healthya tetap dapat. Rasa pas ini sebenarnya enak. Kalau kita mau makan lebih sering, lebih nyaman di lidah, lebih nyaman di perut. Tapi bagaimana membuktikannya? Harus coba. Dan kami dari brand harus membuktikan bahwa rasanya enak kok. Dan harapannya, dari testimoni trialis semakin banyak yang percaya. 

Dari 2016 hingga sekarang, melihat ada perubahan gaya hidup sehat di masyarakat kah?

Kami sangat bersyukur sekali, ada di dalam perjalanan ini. Sebagai salah satu brand yang bisa dikatakan pertama yang benar-benar loud menyatakan produk kami tanpa ABC. Dan itu tidak mudah. Tahun 2016 hingga 2017 bisa dibilang enggak ada ya akan mengira, Lemonila bisa ada di titik ini. Posisi ini tidak kami take for granted ya ini posisi untuk meraihnya penuh perjuangan. Dan apa bedanya, saya rasa sekarang, kami tidak mau sombong bahwa ini semua hanya karena Lemonilo, tapi saya bisa bilang di tahun 2022 ini awareness untuk hidup sehat lebih tinggi, active lifestyle juga lebih tinggi.

Kita bisa lihat di media sosial, bandingkan dengan tahun 2016, atau 2017 berapa banyak di timeline kita yang melakukan olahraga. Berapa banyak di timeline kita yang menunjukkan mereka bangga, melakukan hidup sehat. Karena itulah posisi Lemonilo sebagai brand, kami memberikan tempat dan spotlight, bagi orang-orang yang memiliki pemikiran yang sejalan dengan Lemonilo, baik dari teman-teman selebritis, atau influencer maupun konsumen rela kami. Kami berikan tempat untuk mereka bersinar, makanya Lemonilo itu sebenarnya sangat community driven, jadi bedanya kalau dari kacamata kami sebagai brand sangat terasa. 

Kami sedang melakukan riset juga, secara kuantitatif dan kualitatif, itu bedanya seperti apa sih. Nanti kalau ada hasilnya kita akan share. Tapi saya pikir, lihat saja orang yang melakukan itu secara real di masyarakat saya rasa jauh lebih banyak dibanding 2016-  2017. 

Baca Juga: Dubes Jepang Kanasugi Kenji: Rudal Korut Bisa Capai Kalimantan dan Merupakan Ancaman bagi Kawasan

Dalam menjalankan bisnis atau usaha, apa dorongan terbesar Kak Shinta? 

Saya merasa dan saya percaya bahwa entrepreneurship itu memberikan solusi, itulah intisari dari melakukan usaha, dari melakukan kewirausahaan. Jadi kalau ada mungkin orang yang  merasa oh saya pengen jadi entrepreneur karena saya ingin kaya, itu sangat bisa, valid nggak? valid.  Tapi itu bukan tujuan saya  karena kalau seperti itu sangat sulit melakukan entrepreneurship, karena entrepreneurship kans untuk suksesnya kan sangat sangat minimal. Dan khususnya untuk generasi pertama ya, itu sangat sangat kecil. Jadi biasanya justru entrepreneurship yang tidak memikirkan uang saja, biasanya akan lebih besar kemungkinan untuk sukses. Karena biasanya lebih kreatif. 

Jadi balik lagi entrepreneurship bagi saya bagaimana kita sehari -hari memberikan solusi ke masyarakat. Dan solusi itu harus diterima bahasanya. Dan tes paling akhirnya, kalau respon masyarakat benar-benar baik, mereka akan rela mengeluarkan uang. Karena produk atau jasa itu fixed something in their life, dan karena itu mereka rela mengeluarkan uang, jadi buat saya entrepreneurship is about solving society problem. Dan untuk Lemonilo start dari mi instan. karena itu yang paling disukai masyarakat Indonesia. Kita salah satu konsumen terbesar untuk mi instan. Seberapa besar kontroversi di dalam mi instan, kita suka banget sama mi instan. Jadi buat kami jelas. We want to go there. Bukan karena kami ingin kayawe want to fixed a problem, yang cukup subjektif. Ada yang merasa ini bisa dibuat lebih baik baik lagi. So we want there, karena kita mau jadi problem solver. 

Karena dari kacamata orang mungkin di tahun 2017, kami masuk ke industri mi instan, kami cukup gila. Kami no body . Kami bukan siapa siapa. Kami cuma modal dengkul, modal mimpi. Modal prinsip. But we are here. Fast forward di tahun 2022 kami masih ada, produk kami juga cukup diterima di Indoensia, dan juga sudah ada footprint nya eksoprnya, dan bisa dicek numbernya bisa didapatkan secara umum, kita merupakan salah satu produsen mi instan teratas di Indonesia. Dna kami sangat-sangat menghargai feedback yang kami dapatkan dari market, baik rasanya oh mungkin harus seperti ini, ini semua kami cerna kami olah, sambil menimbang bagaimana kami solving problemnya levelnya naik terus. 

Jadi pertama mi instan, lalu kami juga ada di kategori lain di dalam FMCG, chips misalnya, snack, lalu condiments. Prinsipnya tetap sama, kita punya solved problems, jadi kita lihat mana sih kategori yang paling bisa ada impact untuk masyarakat. Jadi kategorinya harus besar dulu, dan kemudian kami masuk dengan segudang challenge yang ada. Tapi kami masuk dengan prinsip bisa gak kami jadi solusi, bisa gak kita other selection untuk masyarakat yang ingin hidup lebih baik. 

Adakah target dalam 1 sampai lima tahun ke depan dan harapan untuk pola hidup sehat masyarakat Indonesia? 

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI