Yang namanya mati bisa kapan saja dan bisa dalam status apa saja. Jadi kalau soal orang matinya kapan, saya nggak bisa mastiin ya. Yang tahu mutlak itu hanya Allah SWT, Tuhan yang memang kuasa ya.
Tetapi sebagai manusia kita ikhtiar supaya orang dalam bertugas itu dalam kondisi yang sehat Karena syarat menjadi anggota KPPS itu kan sehat jasmani dan rohani. 2019 problemnya adalah karena honornya terbatas ya, sementara untuk mendapatkan surat keterangan sehat jasmani rohani harus periksa, bayar, ya kan yang kedua ada problem juga fasilitas medis kita belum terjangkau oleh semua warga kita. Sehingga dalam situasi tertentu waktu itu kemudian apa namanya teman-teman yang jadi anggota KPPS itu membuat surat pernyataan bahwa dirinya adalah sehat.
Nah, kemudian dalam perkembangannya karena di undang-undang pemilu ditentukan bahwa penghitungan suara itu dilakukan pada hari yang sama dengan hari pemungutan suara. Nah, padahal pemilu-pemilu sebelumnya kan antara pemilu legislatif dengan pemilu presiden dipisah 2014 misalnya pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD, DPRD Provinsi, Kabupaten Kota, DPD di waktu yang berbeda dengan Pilpres sehingga saya dulu April ya kemudian Pilpresnya Juli 2014.
Nah, 2019 itu dijadikan satu untuk memilih 5 jenis pemilu Pemilu Presiden, DPRD, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota di hari yang sama, berarti kan beban kerja anggota KPPS kan lebih berat ya. Dan potensi penghitungan, durasi pemungutan suara sama di seluruh wilayah Indonesia, jam 7 sampai jam 13, durasinya 6 jam tetapi penghitungan kan gak bisa ditentukan, apa namanya, kecepatannya dan sebagainya, karena perdebatan di TPS kan bisa macam-macam ada yang komplain ini sebetulnya sah kalau dianggap tidak sah ada yang sebetulnya tidak sah kalau dianggap sah. Ada komplain kan.
Nah, perdebatan-perdebatan itu menjadikan penghitungan suara di masing-masing TPS selesainya bisa berbeda-beda. Berdasarkan itu, kemudian ada orang menggugat di Mahkamah Konstitusi ketentuan bahwa penghitungan suara harus selesai di hari yang sama. Coba bayangkan ya, memilih untuk 5 jenis pemilu, selesai jam 1 siang, kemudian, ya, pasti istirahat dulu, dan kemudian mulai menghitung, itu kalau harus selesai, ini kan konteksnya seperti pertanyaan pertama kali tadi, hari adalah hari kalender.
Coba bayangkan, ya, memilih untuk 5 jenis pemilu, selesai jam 1 siang, kemudian ya pasti istirahat dulu, dan kemudian mulai menghitung, itu kalau harus selesai, ini kan konteksnya seperti pertanyaan pertama kali tadi, hari adalah hari kalender. Jadi kalau hari ini coba pelosanya, maka hari ini itu hitungannya selesai sampai nanti jam 24 malam.
Nah, kalau nggak selesai gimana? Maka kemudian MK membuat putusan, karena ada orang mengajukan judicial review, kalau penghitungan suara di TPS tidak selesai hari yang sama dengan hari pemutusan suara, jam 24 malam, maka dapat dilanjutkan penghitungannya sampai dengan jam 12 hari berikutnya. Ini bedanya jam 24 dengan jam 12.
Ini bedanya jam 24 dengan jam 12. Kalau jam 24 kan tengah malam, kalau jam 12 adalah jam siang hari. Nah, tentu bebannya berat di satu sisi. Di sisi lain, honor ya. Pemilu 2014, pemilu anggota legislatif lah ya yang dikeluarkan pada bulan April, honornya itu Rp 550.000. Kemudian honor anggota KPPS untuk pemilu presiden, bulan Juli 2014, honornya Rp 550.000. Jadi kalau petugasnya masih sama mbak, berarti dapat honor berapa? Rp 1.100.000 kan? Pemilu 2019 kemarin, untuk memilih 5 jenis pemilu, honornya berapa? Rp 550.000.
Kan ini gak manusiawi ya. Maksudnya, beban kerjanya berat masa honornya disamakan dengan pemilu yang terpisah antara pemilu legislatif dengan pemilu presiden makanya kemudian langkah yang diajukan KPU diantaranya minta kepada pemerintah untuk menaikkan honor. Standar honor ini kan bukan KPU yang menentukan, Mbak. Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan. Maka kemudian karena Menteri Keuangan, ya KPU harus mengajukan ke sana.
Baca Juga: Profil Tri Wahyudi: Sosok Caleg Muda yang 'Ngide' Kampanye di Bumble
Kemudian disetujui menjadi Rp 1,2 juta. KPU sebenarnya mengajukan Rp 1,5 juta. Itu di antara langkah yang digunakan, yang ditemukan oleh KPU. Kemudian yang berikutnya, ada tiga lembaga yang melakukan riset ya tentang petugas-petugas badan ad hoc yang meninggal itu.