Soalnya sedih kan sepanjang hidup sekian tahun, Undang-Undang Kebudayaan baru ada tahun 2017. Undang-undang nomor 5 tahun 2017 baru diketok palu ditandatangani presiden namanya Undang-undang Pemajuan Kebudayaan. Dan itu usahanya Hilmar Farid yang berjuang karena sulit. Sampai akhirnya 2017 baru akhirnya diketok.
Teater keliling juga terus melakukan regenerasi hingga saat ini. Kalau dari pak Rudolf sendiri, bagaimana meneruskan ide-ide ini ke generasi muda?
Sebetulnya saya dulu nggak pernah berpikir untuk regenerasi. Karena saya lihat, misalnya dulu ada Teater Rendra, dia meninggal teaternya mati. Teguh Karya meninggal, Teater Populer mati. Teater Kecil yang saya juga di sana, Arifin meninggal, juga mati.
Jadi saya mikir Teater Keliling kalau misalnya saya meninggal, daripada mimpi-mimpi nggak karuan, jadi saya masa bodoh mau hidup atau enggak.
Tiba-tiba 2013, Oi (anak Rudolf Puspa dan Dolfry Indra) sudah lulus kuliah, datang bilang, "Pah, saya itu kesel banget, nyesel SMA saya nggak suka sejarah. Bangsa ini rusak karena nggak tahu sejarah, Pah". Terus saya jawab, ‘Ya itu yang papa perjuangkan sekarang’. Nah, setelah itu, dia mau membuat cerita sejarah itu mulai dari kisah Pangeran Diponegoro musical.
Terus yang kedua The Great Rahwana yang dia full memimpin Teater Keliling. Saya sama mamanya bilang, "Ayo kamu jalan-jalan kita ngikutin di belakang".
Apalagi sekarang kita dapat bonus demografi, nah ini anak-anak seperti kalian ini, kita bukain jalan nanti idenya soal pertunjukan seperti apa. Saya bilang masa bodoh, walaupun musiknya agak ngerap atau kostumnya seperti apa, tidak apa-apa.
Saya bilang kepada mereka itu, ini anak muda kalau ditinggalkan, bisa masa bodoh saja. Nah Oleh sebab itu, maka harus dilanjutkan. Kalau dimanfaatkan akan berhasil, kok, karena kalau sudah berhasil, keseniannya akan menghidupi
Berarti dari generasi muda yang ikut bergabung, itu karena keinginan diri mereka sendiri?
Baca Juga: Kisah Perjalanan Khansa Syahlaa, Remaja 17 Tahun yang Telah Mendaki 81 Gunung di Dunia
Waktu pertama itu saya bilang kalau teater keliling itu anggotanya kecil. Apalagi kalau pergi keliling, itu anggotanya kecil cuma 10 orang. Makanya buka audisi dipilih siapa yang masuk, karena banyak yang ingin bergabung, jadi enggak ada paksaan. Jadi sekarang, apa-apa audisi, dan itu membuat hangat gitu, karena tumbuh meskipun hasilnya belum begitu bagus karena baru mulai.
Namun minimal bisa membuat sesuatu yang bisa ditonton. Soal bagaimana isinya dan lain sebagainya, itu pelan-pelan, karena tidak mudah isinya membuat sesuatu yang memiliki makna tersirat gitu. Nah, kita bina terus, karena pasti nanti ada yang mau lanjut.
Waktu ada Federasi Teater Indonesia pada 2016 itu, saya kepilih menjadi Abdi Abadi. Jadi waktu kau pilih dengan nama Abdi Abadi, itu berat banget, karena mau nggak mau sampai meninggal. Hal ini karena sudah umur sekian, saya masih aktif di teater. Jadi waktu terima penghargaan ini, saya nangis karena saya ngajar ekskul juga, nah itu penuh anak-anak pada teriak "Om Rudolf".

Untuk musik yang dibuat di Teater Keliling juga tidak sepenuhnya tradisional meskipun yang dibawa cerita rakyat, termasuk bahasa yang digunakan. Apakah memang disesuaikan untuk menarik generasi muda?
Sebenarnya saya mengambil dari filosofi tentang kesenian, jadi di sana salah satunya itu kesenian berbicara tentang zamannya. Kalau berbicara tentang zamannya, tentu bahasanya zamannya kala itu juga.
Artinya, anak-anak mulai sekarang itu saya berkonsentrasi yang tentang zaman itu saja. Terus lama-lama, nah, saya keliling anak-anak yang masuk itu datang dari mana-mana, makin lama ini Indonesia banget ini.