Suara.com - PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) saat ini tengah berselisih soal harga pembelian uap panas bumi untuk 3 unit Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Jawa Barat. Total kapasitasnya 140 megawatt.
Melihat kondisi tersebut, Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Periwisata, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Edwin Hidayat Abdullah akan melakukan pertemuan kepada dua belah pihak untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Ini kami sedang berkoordinasi. Kita masih diskusi internal. Ini kan sebenarnya masalah korporasi harusnya jangan sampai keluar ke masyarakat lah," katanya di gedung PLN, Jakarta Selatan, Kamis (7/1/2016).
Masalah seperti ini pernah beberapa kali terjadi. Terakhir terkait kesepakatan harga gas bumi antara PLN dengan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN).
"Waktu masalah kesepakatan harga gas antara PLN dengan PGN di Lampung itu, juga bisa selesai dengan baik. Nggak perlu jadi isu seperti ini, harusnya nggak jadi isu publik. Jadi jangan saling ribut, jangan sampai ke publik. Harusnya didiskusikan dululah," tegasnya.
Sekedar informasi, perselihan dua petusahaan BUMN ini bermula pada soal harga uap panas bumi, yang dipasok oleh Pertamina melalui anak usahanya yaitu PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang 1,2, dan 3.
PLN menilai harga uap panas bumi yang ditawarkan Pertamina terlalu mahal dan tidak wajar. Sementara Pertamina mengancam akan memberhentikan pasokan uap panas bumi untuk PLTP Kamojang 1,2, dan 3, jika PLN melalui anak usahanya PT Indonesia Power tak menyepakati harga yang ditawarkan Pertamina.