“Karena itu, dengan pengalaman yang ada, kita harus satukan semangat untuk menjaga likuiditas. Soal profitabilitas nanti dulu saja. Kita selamatkan dulu angsanya, untuk nantinya ketika sudah aman, telurnya bisa kita bagi dan nikmati bersama-sama,” tandas Jahja.
Ajakan Jahja untuk perbankan lebih mengedepankan likuiditas dan mengesampingkan dulu pertimbangan profitabilitas disambut baik oleh kalangan pengusaha.
Dengan adanya komitmen dari perbankan tersebut, para pengusaha berharap memiliki ruang lebih untuk berimprovisasi dan berinovasi untuk dapat bertahan di tengah tekanan pandemi COVID19.
Termasuk juga opsi memanfaatkan fasilitas restrukturisasi kredit bagi para pengusaha yang posisi cashflownya tengah bermasalah seiring dengan lesunya aktivitas bisnis yang digelutinya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Widjaya Kamdani menuturkan, komitmen untuk saling membantu tersebut, menurut Shinta, kini juga tengah dipegang teguh oleh APINDO, terutama untuk mendorong kalangan pengusaha kecil dan menengah untuk dapat bertahan di tengah keterbatasan modal dan kekuatan yang dimilikinya.
Misalnya saja dalam hal ketersediaan pasokan bahan baku, kondisi pasar yang sedang lesu, hingga penguasaan teknologi yang masih sangat terbatas di kalangan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Mungkin ajakan untuk going digital itu mudah bagi para pengusaha besar, tapi bagi mereka yang (usahanya) kecil-kecil ini, jangan dianggap itu hal yang mudah. Jadi jangan juga asal memberi tips atau seruan tanpa melihat siapa yang sedang kita hadapi. Selain stimulus yang sudah disediakan, untuk UMKM kita juga harus lihat lebih banyak hal lagi. Soal model bisnisnya, apakah masih valid atau sudah perlu move on," pungkasnya.