Tarif Cukai Industri Hasil Tembakau Naik, Pelaku Usaha Tercekik

Kamis, 10 September 2020 | 17:51 WIB
Tarif Cukai Industri Hasil Tembakau Naik, Pelaku Usaha Tercekik
Tembakau merupakan bahan utama rokok. (Shutterstock)

Saat ini, sebagaimana data Kementerian Pertanian (Kementan), luas areal tanaman tembakau pada 2020 diproyeksikan mencapai 198.561 hektar dengan volume produksi sebanyak 212.215 ton.

Struktur pasar rokok saat ini terdiri dari 73 persen merupakan sigaret kretek mesin (SKM), 22 persen sigaret kretek tangan (SKT), dan 5 persen sigaret putih mesin (SPM).

Secara total, serapan tenaga kerja pada industri tembakau di sektor manufaktur dan distribusi produk tembakau mencapai 5,9 juta orang, terdiri dari 1,7 juta orang di perkebunan, 4,28 juta pekerja sektor manufaktur dan distribusi.

Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), mayoritas pekerja pada industri hasil tembakau atau IHT didominasi perempuan berusia muda dan paruh baya, dengan strata pendidikan yang rendah.

Oleh karena itu, menyikapi arah kebijakan cukai, Kemenaker mengingatkan harus diputuskan secara hati-hati mengingat dampaknya yang bersifat efek domino.

"Ada pabrik atau perusahaan yang sudah tidak bisa membayar tenaga kerja, padahal industri tembakau ini sangat membantu ekonomi keluarga di mana banyak ibu dan kaum perempuan jadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai buruh di pabrik tembakau," ungkap Kasubdit Hubungan Kerja Direktorat Persyaratan Kerja Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Sumondang yang menjadi salah satu narasumber diskusi.

Keseimbangan

Perwakilan dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Sarno selaku Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu mengamini sektor IHT berkontribusi besar terhadap penerimaan negara.

"Terlebih di tengah pandemi, sewaktu penerimaan pajak hingga kepabeanan yang menurun, penerimaan cukai justru tetap bertumbuh. Cukai tumbuh 3,7 persen, paling besar sekitar 80 persen adalah cukai rokok yang sepanjang semester pertama tahun ini sudah mencapai Rp85 triliun lebih," kata Sarno.

Baca Juga: Celah Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau Picu Perbuatan Manipulatif

Dia mengungkapkan pemerintah menyadari peran penting IHT bagi perekonomian, sehingga setiap kebijakan terkait disusun dengan tujuan mencapai keseimbangan.

Pelibatan berbagai kementerian telah dilakukan, bahkan untuk kebijakan pun harus melalui Ratas [Rapat Terbatas], kata Sarno.

Hal senada juga dilontarkan Analis Kebijakan Madya Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai  Bea Cukai Kemenkeu Hary Kustowo.

Menurutnya, pemerintah berupaya keras menciptakan keseimbangan antara kondisi industri IHT, komitmen pro kesehatan, dan kesinambungan penerimaan negara.

"Tidak bisa memang salah satunya yang dominan, di tengah kami juga harus mengejar target cukai yang telah ditetapkan. Kenaikan cukai tinggi ini dampaknya juga rokok ilegal, sulit untuk diberantas apabila sudah masif," simpul Hary.

Di lain sisi, Hendratmojo Bagus Hudoro Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian mengakui imbas kenaikan cukai maupun minimum HJE berimbas langsung kepada sisi hulu IHT, yakni para petani.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI