Suara.com - Sejumlah industri pengolahan nonmigas di tanah air masih melakukan perluasan usaha, yang tercermin dari capaian Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Juni yang berada di level 53,5.
Berdasarkan hasil survei yang dirilis oleh IHS Markit tersebut, PMI di atas 50 menunjukkan geliat industri manufaktur dinilai ekspansif.
"Kita perlu bersyukur bahwa sektor industri manufaktur masih ekspansif. Artinya, masih ada gairah usaha di tengah dampak peningkatan kasus Covid-19," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Kamis (1/7/2021).
Menperin menegaskan, pihaknya proaktif mengingatkan kepada para pelaku industri untuk tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat dan disiplin.
"Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, pelaksanaan kebijakan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional harus jalan beriringan. Kesehatan dan ekonomi sama-sama menjadi prioritas," tuturnya.
Agus tetap optimistis, ekonomi nasional akan tumbuh positif pada kuartal II tahun ini. Keyakinan ini didasari oleh sejumlah indikator, termasuk dari kinerja sektor industri manufaktur.
Dalam delapan bulan terakhir, PMI manufaktur Indonesia terus berada di atas angka 50. Artinya, industri manufaktur di dalam negeri berada dalam level ekspansif, bahkan agresif.
"Pertumbuhan industri diharapkan akan mencapai titik positif pada kuartal II tahun ini," paparnya.
Kinerja gemilang sektor industri manufaktur di tanah air, misalnya terlihat pada nilai ekspor industri pengolahan yang tercatat mencapai USD66,70 miliar pada Januari-Mei 2021, naik 30,53% dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar USD51,10 miliar. Dari capaian USD66,70 miliar tersebut, industri pengolahan memberikan kontribusi paling tinggi, yakni 79,42% dari total ekspor nasional yang berada di angka USD83,99 miliar.
Baca Juga: PPKM Darurat Segera Diberlakukan, Ini Rincian Pembatasan Baru yang Diterapkan
Besarnya proporsi ekspor produk industri pengolahan sekaligus menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran ekspor Indonesia dari komoditas primer kepada produk manufaktur yang bernilai tambah tinggi.