Perkotaan, Permukiman dan Tingkat Kekumuhan di Indonesia

Minggu, 31 Oktober 2021 | 19:00 WIB
Perkotaan, Permukiman dan Tingkat Kekumuhan di Indonesia
Dok: Kementerian PUPR
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ketiga, Model Land Readjusment. Menurut Doebele (1982), land-readjustment adalah proses penataan lahan kembali, dilaksanakan dengan kondisi (1) lahan dimiliki oleh beberapa orang pada satu lokasi, biasanya merupakan lahan pertanian yang diperjual belikan secara acak, (2) lahan kemudian dibangun/dihuni oleh pemilik, biasanya bentuk lahan tidak beraturan atau kurang sarana prasarana seperti jalan lingkungan, taman dan pedestrian, (3) pemilik ingin menata lahan untuk meningkatkan kualitas permukiman dan harga lahan, (4) pengaturan lahan secara keseluruhan disesuaikan dengan proporsi 70%-30%, yaitu 70 untuk pemilik dan 30 untuk fasilitas (jalan dan taman), (5) dilakukan bersama-sama dengan persetujuan semua pihak.

Proses ini dapat dilakukan pada hunian-hunian kampung di Indonesia agar bentuk lahan tertata serta memudahkan akses kendaraan. Selain itu proses ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki hidup yang sehat, aman dan bebas kumuh. Proses land readjusment banyak dilakukan di Bali, menurut beberpa penelitian menunjukkan bahwa hal ini dapat dilaksanakan lebih dikarenakan warganya bisa berkompromi agar mengiklaskan sebagian lahan untuk di bangun jalan bersama.

Dok: Kementerian PUPR
Dok: Kementerian PUPR

Keempat, Model Konsolidasi Lahan (Land Consolidation). Konsolidasi lahan adalah bentuk kegiatan mengenai pengelolaan tata guna lahan dengan cara pengaturan kembali penggunaan lahan dan penguasaan bidang-bidang tanah. Sasaran dari konsolidasi lahan itu sendiri adalah penataan kembali penggunaan dan penguasaan tanah pada suatu kawasan yang kondisinya dinilai kurang memenuhi syarat untuk menjadi kawasan yang lebih baik (Indra,2012).

Konsolidasi lahan merupakan suatu kegiatan terpadu menata (kembali) suatu wilayah yang tidak teratur menjadi teratur, lengkap dengan prasarana dan kemudahan yang diperlukan, agar tercapai penggunaan tanah / lahan secara optimal yang pada prinsipnya dilaksanakan atas swadaya masyarakat sendiri. Konsolidasi lahan juga merupakan suatu sistem pengembangan lahan inkonvensional yang saat ini telah diterapkan di Indonesia, antara lain, Denpasar, Bandung, Palu, Kendari dan beberapa kota lain.

Pada prinsipnya secara konseptual konsolidasi lahan kota mengandung tujuan: (1) menggabungkan secara sistematis lahan yang berpencar-pencar dan tidak teratur disesuaikan dengan tata ruang, (2) mendistribusikan lahan yang telah ada dikonsolidasikan kepada pemilik lahan secara proporsional, (3) mengatur bentuk dan letak persil kepemilikan, (4) meningkatkan nilai ekonomis melalui pengadaan prasarana dan sarana lingkungan yang memadai di atas lahan yang disumbangkan oleh pemilik.

Prinsip dasar konsolidasi lahan adalah (1) kegiatan konsolidasi lahan membiayai dirinya sendiri, (2) adanya land polling yang juga merupakan ciri khas konsolidasi lahan, (3) hak atas tanah sebelum dan sesudah konsolidasi tidak berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah, (4) melibatkan peran serta secara aktif para pemilik tanah, (5) tanah yang diberikan kembali pada pemilik mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada sebelum konsolidasi tanah.

Kelima, Model Resettlement. Menurut Johara T.J. (1999). Resetlement atau permukiman kembali pada umumnya dilakukan melalui program transmigrasi yaitu perpindahan penduduk (migrasi) dari suatu daerah yang rapat penduduknya umumnya di Pulau Jawa menuju daerah yang masih jarang penduduknya biasanya terdapat diluar Pulau Jawa dengan tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan diharapkan dapat meningkatkan integrasi nasional dalam ekonomi dan sosial.

Dok: Kementerian PUPR
Dok: Kementerian PUPR

Resettlement atau pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus disediakan. Pemindahan penduduk biasanya memakan waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan masyarakat. Pemindahan ini apabila permukiman berada pada kawasan fungsional yang akan/perlu direvitalisasi sehingga memberikan nilai ekonomi bagi pemerintah kabupaten/kota.

Keenam, Model Pembangunan Rumah Susun. Pembangunan rumah susun merupakan suatu model penanganan permukiman kumuh perkotaan dengan mengubah kondisi lingkungan permukiman yang sangat padat penduduknya dan dinilai tidak memenuhi syarat lagi sebagai tempat hunian yang layak.

Baca Juga: World Habitat Day 2020 di Surabaya, Bahas Perumahan Layak

Cara yang dilakukan dalam pembangunan rumah susun adalah dengan memperkecil lahan untuk perumahan tetapi dengan meningkatkan luas lantai. Lahan sisa (residual land) dimanfaatkan untuk penempatan fungsi perkotaan produktif misalnya komersial, perkantoran atau pusat hiburan dan penempatan prasarana lingkungan (jalan dan utilitas umum) dan sarana lingkungan (fasilitas sosial dan fasilitas umum). Rumah susun merupakan sebagai suatu bangunan rumah bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal terdiri atas satuan atau unit dengan batasan yang jelas baik ukuran maupun luasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI