Penguatan Hukum Kepailitan dan PKPU demi Menekan Persepsi Risiko Berbisnis RI

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 27 Oktober 2023 | 09:06 WIB
Penguatan Hukum Kepailitan dan PKPU demi Menekan Persepsi Risiko Berbisnis RI
Ilustrasi hukum. [Shutterstock]

Penegakan hukum kepailitan yang kuat dan konsisten, katanya, dapat membantu meminimalkan risiko penyalahgunaan proses kepailitan, yang dapat berdampak negatif pada para pemegang saham dan kreditur.

Simms mengingatkan bahwa setiap kasus kepailitan dan PKPU memiliki keunikannya masing-masing, di mana ada situasi yang berbeda dalam setiap kasus. Pengadilan niaga tentunya harus mempertimbangkan fakta-fakta khusus dari kasus tersebut ketika membuat keputusan.

“Ini bukan hanya tentang melindungi kepentingan ekonomi perusahaan, debitur. Tapi juga melindungi hak-hak hukum dari kreditur. Bagaimana kreditur tahu hak-hak mereka akan dilindungi jika misalnya ternyata ada debitur yang memang tidak ingin membayar kembali. Itu terjadi, bukan? Jadi harus dilihat dari dua sisi.”

Simms mengatakan ketidakpastian penyelesaian yang adil dalam putusan kepailitan dikhawatirkan dapat meningkatkan persepsi risiko dalam pemberian pinjaman. Lembaga keuangan, katanya, mungkin memandang pinjaman kepada individu atau perusahaan di Indonesia lebih berisiko jika mereka tidak yakin tentang prosedur dan perlindungan hukum yang akan diberikan dalam proses kepailitan.

“Oleh karena itu, untuk mengkompensasi risiko yang lebih tinggi, mereka mungkin menawarkan tingkat bunga yang lebih tinggi. Dengan demikian biaya peminjaman akan naik dan ekonomi secara keseluruhan akan menjadi lebih buruk,” ungkapnya.

Upaya Memperkuat

Pada 2021 lalu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menyoroti peningkatan jumlah kasus hukum terkait dengan aturan PKPU dan kepailitan. Hal itu disampaikan dalam pidatonya di Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada 24 Agustus 2021.

Adapun, pada 2019, jumlah permohonan kepailitan dan PKPU tercatat hanya 435 pengajuan. Namun, jumlah permohonan meningkat drastis menjadi 635 permohonan pada 2020 dan mencapai puncaknya pada 2021 dengan 726 permohonan. Sementara itu, pada 2022, pengajuan permohonan mulai turun menjadi 625 dan pada 2023 (hingga 14 Oktober 2023) menjadi 563 permohonan.

Airlangga bahkan memandang terdapat moral hazard dalam pengajuan PKPU dan kepailitan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu disebabkan oleh mudahnya persyaratan bagi kreditur untuk meminta debiturnya mengajukan PKPU.

Baca Juga: Maju Mundur KPU dalam Revisi PKPU Pasca Putusan MK Muluskan Jalan Gibran Jadi Cawapres

Kala itu, Airlangga pun menyatakan bahwa pemerintah akan memberlakukan moratorium pengajuan PKPU dan kepailitan sesuai UU yang berlaku. Sebabnya, undang-undang tersebut selama ini tidak hanya dimanfaatkan debitur untuk merestrukturisasi utangnya, namun justru digunakan para kreditur sebagai bagian dari aksi korporasi mereka.

Sebelum adanya inisiatif dari pemerintah, wacana untuk memperkuat UU No. 37/2004 sempat muncul pada 2017. Pada saat itu, Kelompok Kerja Revisi UU No.37/2004 telah menyusun naskah akademik yang akan digunakan sebagai acuan untuk pembahasan antara pemerintah dan DPR RI.

Namun demikian, hingga saat ini pembahasan mengenai revisi UU No. 37/2004 tak kunjung usai, baik di tingkat pemerintah maupun DPR RI.

Sementara itu, dalam laporan EoDB Bank Dunia yang terakhir dirilis pada 2020, peringkat Indonesia dalam topik Resolving Insolvency berada di posisi 38 dunia. Jika dibandingkan dengan sesama negara di Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah Thailand yang berada di posisi 24 dan Singapura di peringkat 27.

Di sisi lain, revisi UU No. 37/2004 juga perlu dilakukan agar iklim berbisnis di Indonesia menjadi lebih menarik dan dapat bersaing dengan negara lain. Apalagi, peraturan dalam penyelesaian kepailitan menjadi salah satu indikator penilaian dari Bank Dunia dalam indeks Ease of Doing Business (EoDB).

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI