Lonjakan harga ini tentu berdampak besar bagi masyarakat yang menggunakan santan sebagai bahan utama dalam berbagai hidangan khas Ramadhan.
Salah seorang penjual kelapa di Pasar Jodoh, Batam, menyebutkan bahwa pasokan kelapa dari petani lokal semakin berkurang, sementara permintaan terus meningkat.
"Biasanya kami dapat pasokan rutin dari daerah-daerah di Kepri, tapi sekarang jumlahnya jauh lebih sedikit," ujar Yanto, pedagang kelapa di pasar tersebut.
Menanggapi situasi ini, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) mengambil langkah tegas dengan membatasi ekspor kelapa ke luar negeri. Kebijakan ini diharapkan dapat mengatasi kelangkaan yang melanda pasar lokal.
Melansir Antara, Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris, menegaskan bahwa produksi kelapa di Kepri seharusnya lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Untuk mengatasi kelangkaan kelapa, kami membatasi ekspor. Jangan sampai kelapa dari Kepri ini dijual ke luar, sementara kebutuhan dalam negeri belum tercukupi," kata Nyanyang Haris saat diwawancarai di Batam, Rabu (19/3/2025).
Menurut Nyanyang, produksi kelapa di Kepri memang memiliki daya tarik di pasar internasional. Bahkan dengan harga yang meningkat tajam dari sebelumnya Rp2.000–Rp3.000 per butir menjadi sekitar Rp7.000 per butir, permintaan dari luar negeri tetap tinggi.
"Mereka (pembeli luar negeri) masih mau menerima kelapa dari sini dengan harga yang tinggi. Tapi, kebutuhan masyarakat kita yang harus diprioritaskan," tegasnya.
Selain kebijakan pembatasan ekspor, Pemprov Kepri juga bekerja sama dengan Bea Cukai untuk memastikan bahwa kelapa yang berasal dari Kepri tidak keluar dari wilayah tersebut sebelum kebutuhan lokal terpenuhi.
"Ketahanan pangan di Kepri harus berdaulat atau berdiri sendiri," tambah Nyanyang Haris.
Baca Juga: Harga Kelapa Bulat Mahal, Mendag: Banyak yang Ekspor!