AS Juga Protes Kebijakan Hilirisasi Nikel Warisan Jokowi

Rabu, 23 April 2025 | 12:28 WIB
AS Juga Protes Kebijakan Hilirisasi Nikel Warisan Jokowi
Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali melontarkan kritik pedas terhadap kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang diterapkan Indonesia. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali melontarkan kritik pedas terhadap kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang diterapkan Indonesia.

Melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), Washington DC menilai kebijakan yang merupakan warisan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini berpotensi merusak rantai pasok global dan memicu kelebihan kapasitas di sektor baja dan aluminium.

"Amerika Serikat menyatakan keprihatinan atas dampak larangan ekspor ini terhadap sektor baja, aluminium, dan sektor lainnya, serta kontribusinya terhadap kelebihan kapasitas global," demikian pernyataan keras USTR dalam laporan 2025 National Trade Estimate (NTE) yang dirilis Senin (21/4/2025).

Kebijakan larangan ekspor bijih nikel ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang telah direvisi pada tahun 2020. Selain nikel, larangan ini juga mencakup bijih mineral lainnya seperti bauksit, tembaga, dan timah.

Keberatan AS terhadap kebijakan ini bukan hal baru. Pada 11 Desember 2019, AS mengajukan permintaan untuk bergabung dalam konsultasi yang diajukan Uni Eropa terkait konsistensi larangan ekspor Indonesia terhadap kewajiban Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). AS juga aktif terlibat dalam proses panel sengketa sebagai pihak ketiga.

Hasil panel WTO yang disampaikan pada 30 November 2022 menyatakan bahwa larangan ekspor bijih nikel Indonesia tidak sesuai dengan komitmen Indonesia sebagai anggota WTO. Namun, Indonesia tidak tinggal diam dan mengajukan banding atas putusan tersebut pada 12 Desember 2022.

Selain sektor pertambangan, laporan USTR juga menyoroti kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) di sektor minyak dan gas. Dalam laporan itu disebutkan bahwa beberapa kontrak kerja sama dan skema gross split, pemerintah Indonesia mewajibkan perusahaan untuk menjual 25 persen dari total produksi minyak mentahnya ke kilang domestik dengan harga yang jauh di bawah harga pasar internasional.

"Kebijakan DMO ini menciptakan tekanan tambahan bagi investor energi asing karena harga jual domestik yang ditetapkan jauh di bawah nilai pasar internasional," tegas USTR dalam laporan tersebut.

USTR menyatakan akan terus memantau dan menilai kebijakan-kebijakan tersebut dengan seksama. Pemerintah AS juga mendesak Indonesia untuk mematuhi kewajiban perdagangannya internasional yang sudah disepakti seperti di bawah WTO.

Baca Juga: Apalah Arti Ijazah? Refleksi dari Polemik Ijazah Jokowi di Era Disrupsi

Kritik dan tekanan dari AS ini menambah panjang daftar negara-negara yang menentang kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia tetap teguh pada pendiriannya. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi hilirisasi industri nikel untuk meningkatkan nilai tambah produk nikel dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI