Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan penekanan kepada industri perbankan untuk senantiasa mengedepankan manajemen risiko yang baik dan terukur, serta memegang teguh prinsip kehati-hatian (prudent) dalam menyalurkan kredit kepada sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).
Meskipun industri ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang menjanjikan, kewaspadaan tetap menjadi kunci dalam menjaga kualitas aset perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan data terkini mengenai penyaluran kredit perbankan ke industri pengolahan TPT, yang meliputi tekstil, pakaian jadi, kulit, dan alas kaki.
"Berdasarkan catatan OJK, posisi Februari 2025 menunjukkan angka sebesar Rp103.549,1 miliar. Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 0,19 persen secara year on year (yoy) jika dibandingkan dengan posisi Februari 2024," kata Dian dikutip Antara, Jumat (2/5/2025).
Lebih lanjut, Dian merinci bahwa pertumbuhan kredit pada subsektor pengolahan kulit dan alas kaki menunjukkan tren yang menggembirakan, dengan masing-masing mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, yaitu sebesar 14,14 persen yoy dan 3,54 persen yoy. Hal ini mengindikasikan adanya geliat aktivitas ekonomi yang positif pada kedua subsektor tersebut.
Kendati demikian, OJK tidak mengendurkan kewaspadaan terhadap potensi risiko kredit di sektor TPT secara keseluruhan. Dian mengungkapkan bahwa industri perbankan telah mengambil langkah-langkah mitigasi risiko yang diperlukan untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit di sektor ini. Salah satu langkah strategis yang telah diimplementasikan adalah pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas kredit bermasalah di sektor tekstil. Tingkat coverage CKPN yang mencapai 80-90 persen dari total kredit bermasalah menunjukkan keseriusan perbankan dalam mengelola potensi risiko kerugian.
Di sisi lain, Dian juga memberikan pandangannya mengenai prospek industri TPT di Indonesia yang dinilai masih cukup menjanjikan. Keyakinan ini didasarkan pada peningkatan realisasi investasi di sektor TPT yang mencapai angka Rp39,21 triliun pada tahun 2024. Capaian ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 31,1 persen dibandingkan dengan realisasi investasi pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp29,92 triliun.
Tren positif ini berlanjut hingga kuartal pertama tahun 2025. Dian mengungkapkan bahwa sebanyak empat perusahaan di sektor tekstil dan pakaian jadi telah berhasil mengantongi Surat Keterangan Usaha (SKU) dengan total nilai investasi yang mencapai Rp304,43 miliar. Hal ini mengindikasikan adanya minat dan kepercayaan investor terhadap potensi pertumbuhan industri TPT di Indonesia.
Lebih jauh lagi, industri TPT memiliki peran yang sangat signifikan dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sektor ini mampu menyerap sebanyak 3,87 juta tenaga kerja, yang setara dengan 20,51 persen dari total serapan tenaga kerja di sektor manufaktur. Angka ini menegaskan bahwa industri TPT merupakan salah satu sektor padat karya yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Baca Juga: Hardiknas, BRI Dukung Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia Melalui BRI Peduli Ini Sekolahku
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga memberikan indikasi positif terkait kinerja ekspor sektor TPT. Tercatat bahwa ekspor TPT mencapai 1,02 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada Februari 2025, mengalami kenaikan sebesar 1,41 persen secara bulanan. Capaian ini menunjukkan bahwa produk TPT Indonesia masih memiliki daya saing di pasar global.
OJK menilai bahwa industri TPT, termasuk subsektor kulit dan alas kaki, memiliki peran krusial sebagai penopang ekonomi nasional. Selain kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi, sektor ini juga menjadi salah satu yang terbesar dalam menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, keberlangsungan dan perkembangan industri TPT memiliki implikasi yang luas bagi perekonomian dan sosial di Indonesia.
Dalam konteks ini, Dian menekankan pentingnya dukungan regulasi pemerintah terkait kebijakan perdagangan (trade policy), kebijakan industri (industrial policy), dan kebijakan investasi (investment policy) untuk mengatasi berbagai disrupsi yang dihadapi industri TPT. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain adalah tingginya biaya produksi dan maraknya impor tekstil ilegal. Permasalahan-permasalahan ini pada akhirnya dapat meningkatkan risiko kredit bagi industri perbankan yang menyalurkan pembiayaan kepada sektor TPT.
Menutup keterangannya, Dian Ediana Rae menyampaikan, "Seiring dengan kondisi dinamika dan tantangan perekonomian nasional dan global saat ini serta masih berlangsungnya pertumbuhan pada industri TPT tersebut, dukungan stakeholders termasuk sinergi dengan perbankan akan mendukung pengembangan industri TPT yang merupakan salah satu penopang dalam pertumbuhan ekonomi nasional, dengan tetap mengedepankan manajemen risiko yang baik dan terukur serta prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit." katanya.