Suara.com - Gelombang ketegangan kembali menyelimuti hubungan antara Tiongkok dan Amerika Serikat setelah Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China melayangkan kecaman keras terhadap Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA). Kemarahan Beijing dipicu oleh perilisan dua video berbahasa Mandarin terbaru dari CIA yang secara terang-terangan berisi pesan ajakan kepada warga Tiongkok, termasuk pejabat pemerintah, untuk membocorkan informasi rahasia negara.
Dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa (7/5/2025), Juru Bicara Kemenlu China Lin Jian tanpa ragu menyebut tindakan CIA tersebut sebagai bentuk provokasi politik yang tidak dapat diterima.
"AS tidak hanya dengan jahat mencemarkan nama baik dan menyerang China, tetapi juga secara terang-terangan berupaya memikat personel China, bahkan pejabat pemerintah, untuk menjadi informan mereka," tegas Lin Jian, dikutip via Antara.
Lebih lanjut, Lin Jian menambahkan, "Ini merupakan pelanggaran serius terhadap kepentingan nasional China dan murni provokasi politik, kami mengutuk keras hal tersebut." Pernyataan ini mencerminkan betapa seriusnya Tiongkok memandang upaya perekrutan mata-mata yang dilakukan oleh badan intelijen asing di wilayah kedaulatannya.
CIA sendiri merilis dua video berbahasa Mandarin dengan narasi dan teks yang dirancang khusus untuk membujuk warga Tiongkok agar bersedia memberikan informasi rahasia kepada Amerika Serikat di berbagai bidang strategis, mulai dari ekonomi, politik, hingga keamanan nasional. Kedua video berdurasi sekitar dua menit masing-masing itu diunggah melalui akun media sosial resmi CIA pada tanggal 1 Mei 2025, bertepatan dengan dimulainya libur nasional Hari Buruh selama lima hari di Tiongkok.
Video-video tersebut dikemas dengan gaya layaknya film mini yang menampilkan narasi dan musik latar yang membangun ketegangan. Langkah ini dinilai sebagai upaya CIA untuk menarik perhatian dan mempengaruhi target rekrutmen potensial dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami.
Menanggapi taktik yang digunakan CIA, Lin Jian menegaskan bahwa Tiongkok tidak akan tinggal diam. "Kami akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk dengan tegas menolak kegiatan infiltrasi dan sabotase dari luar negeri serta mempertahankan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan nasional," tandasnya.
Juru Bicara Kemenlu China itu juga menyoroti rekam jejak Amerika Serikat dalam melakukan kegiatan spionase dan campur tangan di urusan negara lain. "Amerika Serikat, ungkap Lin Jian, telah lama menggunakan segala macam metode buruk untuk mencuri rahasia negara lain, mencampuri urusan dalam negeri negara lain, dan melakukan subversi."
Menurut Lin Jian, perilaku AS tersebut jelas melanggar norma-norma internasional yang berlaku. "Perilaku tersebut sangat melanggar hukum internasional dan norma dasar yang mengatur hubungan internasional, serta secara serius membahayakan keamanan dan stabilitas internasional. Video berbahasa Mandarin yang diunggah CIA di media sosial merupakan pengakuan kuat lainnya atas apa yang dilakukannya," ujarnya.
Baca Juga: Indonesia Siap Sikut China Jadi Tuan Rumah Babak Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026
Lebih lanjut, Lin Jian merinci isi dari kedua video provokatif tersebut. Satu video yang diunggah di akun Instagram CIA menggambarkan seorang pejabat senior Partai Komunis China yang menyadari bahwa dirinya terus menerus diawasi oleh badan intelijen Tiongkok.
Dalam video tersebut, sang pejabat menyaksikan satu per satu rekan seniornya menghilang secara misterius, yang kemudian menimbulkan kekhawatiran mendalam akan nasib dirinya dan keluarganya, hingga akhirnya ia merasa perlu untuk merencanakan rute pelarian.
Video kedua menyajikan sudut pandang seorang pegawai muda yang merasa frustrasi karena waktunya habis untuk melayani atasannya yang menikmati kemewahan, sementara karir dan kehidupannya sendiri stagnan dan ia harus kembali ke apartemen kecilnya untuk tinggal bersama orang tuanya. Dalam narasi video tersebut, sang pemuda mengatakan, "Sejak usia muda, partai mengajarkan selama kita tekun mengikuti jalan yang ditetapkan para pemimpin, kita akan memiliki masa depan yang cerah. Namun langit yang seharusnya dinikmati oleh semua orang kini hanya dinikmati oleh beberapa orang. Saya menolak untuk berdiam diri,". Kedua video tersebut diakhiri dengan adegan tokoh utama menghubungi CIA melalui situs resmi badan intelijen tersebut.
Dalam keterangan yang menyertai kedua video, CIA menyatakan apresiasinya kepada individu yang bersedia memberikan informasi. Untuk menjaga keamanan para informan, CIA mengarahkan mereka untuk menonton video instruksi tentang cara menghubungi badan tersebut secara aman dan meminta mereka untuk bersabar menunggu respons.
Perilisan video-video ini terjadi setelah CIA pada Oktober 2024 meluncurkan inisiatif untuk merekrut informan baru di Tiongkok, Iran, dan Korea Utara. Upaya tersebut dilakukan dengan mengunggah instruksi daring mengenai cara menghubungi CIA dengan aman, menyusul klaim keberhasilan dalam merekrut individu dari Rusia.
Direktur CIA John Ratcliffe sebelumnya pernah menyatakan bahwa Tiongkok merupakan tantangan terberat yang pernah dihadapi Amerika Serikat, mengingat dominasi negara tersebut di bidang ekonomi, militer, dan teknologi.
Ratcliffe juga menyebutkan bahwa Tiongkok memiliki kemampuan untuk menyerang AS dengan senjata konvensional, mengancam infrastruktur AS melalui serangan siber, menargetkan aset AS di luar angkasa, dan bercita-cita untuk menggantikan AS sebagai kekuatan utama dalam kecerdasan buatan (AI) pada tahun 2030.
Menurut Ratcliffe, CIA harus merespons ancaman tersebut dengan urgensi, kreativitas, dan keberanian, dan perilisan video-video berbahasa Mandarin ini merupakan salah satu langkah yang diambil dalam upaya tersebut.
Di sisi lain, Kementerian Keamanan Negara Tiongkok, yang bertanggung jawab atas operasi intelijen domestik, dalam beberapa tahun terakhir juga mengubah citranya menjadi lebih terbuka. Lembaga tersebut aktif membangun kehadiran di media sosial Tiongkok dengan merilis video pendek dan komik strip yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang berbagai ancaman terhadap keamanan nasional, termasuk kampanye untuk memperingatkan warga agar tidak menjadi agen mata-mata bagi negara asing dan untuk selalu waspada terhadap upaya spionase.