Suara.com - Kasus korupsi payment gateway Kemenkumham dengan tersangka eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana telah mangkrak 10 tahun tepat pada bulan Februari 2025.
Aparat kepolisian dinilai tidak serius dalam menangani kasus korupsi payment gateway Kemenkumham dengan tersangka eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana.
Demikian hal itu disampaikan praktisi hukum Universitas Esa Unggul Andri Rahmat Isnaini saat disinggung soal mangkraknya kasus korupsi payment gateway Kemenkumham pada Februari 2025 lantaran belum diadili dan ditahannya Denny Indrayana.
Denny di situs miliknya beberapa bulan lalu juga sempat menyinggung status tersangka yang disandangnya akan genap berusia 10 tahun, pada Februari 2025 mendatang.
“Mangkraknya kasus ini merupakan salah satu bentuk ketidakseriusan penyidik (kepolisian) dalam mengungkap kasus ini dan lebih jauh lagi muncul dugaan tindakan tebang pilih dalam kasus ini mengingat Denny Indrayana merupakan mantan Wamenkumham,” tegas dia, ditulis Rabu (21/5/2025).
Lebih lanjut, Andri menekankan, pentingnya penyelesaian dan kepastian hukum dari aparat kepolisian atas kasus korupsi payment gateway Kemenkumham dengan tersangka eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana.
Dalam catatan, kasus ini disinyalir merugikan negara sebesar Rp32,09 miliar.
“Agar negara mendapat pengembalian kerugian negara,” pungkas dia.
Untuk diketahui, kasus payment gateway Kemenkumham kembali mencuat usai eks Wamenkumham Denny Indrayana di situs miliknya, menyinggung status tersangka yang disandangnya akan genap berusia 10 tahun, pada Februari 2025 mendatang.
Baca Juga: Prabowo Sebut Penegak Hukum Kerap Diancam Bongkar Kasus Korupsi, Ketua KPK Ngaku Tak Pernah Terancam
Pada Maret 2023, Andi Syamsul Bahri, sang pelapor dugaan korupsi ini sempat mengeluhkan perkembangan kasus yang jalan di tempat, tapi hingga sekarang belum juga ada tanda-tanda kelanjutan dari perkara ini.
Penyidik memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp32.093.692.000 (Rp32,09 miliar). Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem itu.
Denny Indrayana sendiri telah ditetapkan tersangka oleh Polri dalam kasus dugaan korupsi payment gateway pada tahun 2015. Denny dianggap berperan menginstruksikan rujukan dua vendor proyek payment gateway.
Denny juga diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut. Dua vendor yang dimaksud yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.
Denny Indrayana adalah seorang akademisi, praktisi hukum, dan tokoh politik Indonesia yang dikenal luas. Lahir di Kotabaru, Kalimantan Selatan, ia meraih gelar doktor dari Universitas Gadjah Mada dan melanjutkan studi di Universitas Melbourne, Australia.
Namanya mulai dikenal publik saat menjabat sebagai Staf Khusus Presiden bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan Korupsi. Selama masa jabatannya, ia aktif mengadvokasi reformasi hukum dan mendorong transparansi dalam pemerintahan. Denny kemudian dipercaya menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM pada periode kedua.
Namun, perjalanan karir Denny Indrayana tak lepas dari kontroversi. Beberapa kasus hukum yang menjeratnya, seperti kasus dugaan korupsi proyek Payment Gateway di Kementerian Hukum dan HAM, sempat menjadi sorotan publik. Meskipun demikian, ia selalu membantah tuduhan tersebut dan menganggapnya sebagai kriminalisasi.
Setelah tidak lagi menjabat di pemerintahan, Denny kembali aktif sebagai pengacara dan akademisi. Ia mendirikan firma hukum dan memberikan kuliah di berbagai universitas. Selain itu, ia juga aktif memberikan komentar dan kritik terhadap isu-isu hukum dan politik terkini melalui media sosial dan berbagai platform lainnya.
Denny Indrayana dikenal sebagai sosok yang vokal dan kritis. Ia tak segan menyampaikan pandangannya, bahkan jika itu berseberangan dengan arus utama. Hal ini membuatnya menjadi figur yang kontroversial, namun juga dihormati oleh sebagian kalangan karena keberaniannya dalam menyuarakan kebenaran.
Kiprahnya di dunia hukum dan politik Indonesia terus menjadi perhatian publik, dan ia tetap menjadi salah satu tokoh yang berpengaruh dalam perdebatan isu-isu krusial di Indonesia.