Suara.com - Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) selalu disebut sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Namun, kenyataan di lapangan sering menunjukkan bahwa UMKM di Tanah Air masih berjuang untuk berkembang secara signifikan.
Berbagai faktor menjadi penghambat, mulai dari keterbatasan modal, akses pasar yang minim, hingga kurangnya inovasi dan adaptasi terhadap perubahan zaman.
Salah satu kendala utama yang sering dihadapi UMKM adalah keterbatasan keterampilan dan inovasi. Banyak pelaku UMKM masih berfokus pada produk-produk konvensional dengan daya saing rendah, tanpa sentuhan kreativitas yang bisa membedakan mereka di pasar yang kompetitif.
Kemampuan untuk mengemas produk agar lebih menarik, baik dari segi visual maupun konsep, seringkali terabaikan. Padahal, di era digital ini, presentasi produk memiliki peran besar dalam menarik konsumen.
Koordinator Strategic Corporate Branding dan TJSL Peruri Yahdi Lil Ihsan mengatakan agar pelaku UMKM bisa berkembang inovasi dan keterampilan menjadi modal utama.
Yahdi mengungkapkan bahwa inovasi dan keterampilan bisa didapatkan dengan mengikuti sejumlah pelatihan atau workshop.
Namun kata dia, akses terhadap pelatihan dan pendampingan yang berkualitas juga masih menjadi PR besar. Pasalnya, tidak semua UMKM memiliki kesempatan untuk mengikuti program pelatihan yang relevan dengan kebutuhan mereka. Inilah yang menyebabkan kesenjangan keterampilan dan pengetahuan terus melebar, membuat sebagian UMKM kesulitan beradaptasi dan berinovasi.
Dirinya mencontohkan salah satu kegiatan yang telah dilakukan Peruri adalah menggelar program Workshop Mengukir Umbi yang dilakukan beberapa waktu lalu. Pelatihan ini diikuti para peserta dari berbagai latar belakang UMKM dan masyarakat umum. Dengan memanfaatkan bahan baku umbi-umbian yang mudah diperoleh dan bernilai ekonomis, workshop ini berupaya memberikan skill baru yang relevan dan aplikatif.
"Harapannya, keterampilan mengukir makanan ini dapat meningkatkan nilai estetika dan daya tarik visual produk UMKM, sehingga mampu memperkuat daya saing mereka di pasar," kata Yahdi dikutip Jumat (23/5/2025).
Baca Juga: Usul Koperasi Khusus Ojol, Menteri UMKM: Ekosistem Digital Jangan Terganggu Adanya Polemik Tarif
Dirinya menambahkan bahwa pelatihan kepada para UMKM ini bukan hanya ajang pembelajaran, melainkan juga inspirasi untuk terus berinovasi dan berkembang.
Melalui kegiatan semacam ini, kata dia pihaknya menegaskan komitmennya untuk membina, mendampingi, dan melatih mitra binaan agar berkembang menjadi pelaku UMKM yang unggul, mandiri, dan berdaya saing tinggi.
Inisiatif ini menjadi contoh konkret bagaimana kolaborasi antara BUMN dan masyarakat dapat membantu UMKM mengatasi beberapa tantangan fundamental yang menghambat pertumbuhan mereka. Dengan lebih banyak program serupa, diharapkan UMKM di Indonesia dapat melangkah lebih jauh, bukan hanya bertahan, tetapi juga berkembang pesat di tengah persaingan global.
"Bukan hanya dalam hal produksi, tetapi juga dalam aspek kreativitas, inovasi, dan pemanfaatan potensi lokal," pungkasnya.
UMKM merupakan istilah yang digunakan untuk bisnis yang dijalankan oleh individu, rumah tangga, atau badan usaha ukuran kecil. Usaha yang memiliki aset maksimal senilai Rp50 juta masuk kategori usaha mikro, kemudian usaha yang memiliki aset mulai Rp50 juta-Rp500 juta masuk ke dalam kategori usaha kecil. Terakhir, usaha yang memiliki aset mulai Rp500 juta--Rp10 miliar baru dapat dikatakan sebagai kategori menengah.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM saat ini ada sekitar 65,5 juta unit usaha mikro kecil di Indonesia per Desember 2024, yang setara dengan 99,9 persen dari total usaha yang ada.