Suara.com - Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso memastikan, rencana impor minyak dan gas (migas) dari Amerika Serikat (AS) akan menggunakan skema business to business (B2B). Artinya, dalam proses impor migas itu tidak menggunakan APBN.
Menurutnya, kekinian Pertamina telah menyepakati rencana impor migas dengan mitra strategis AS. Hanya saja, karena terbentur perjanjian, mitra strategis itu belum bisa diumumkan.
"Kita belum bisa sebutkan, karena terkait dengan non disclosure agreement. Karena ada agreement di antara kita, bahwa memang kita kan B2B. Beda dengan G2G skemanya. Jadi kalau business to business memang ada beberapa skema yang kita juga tidak bisa sebutkan detai," ujar Fadjar di Grha Pertamina, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Fadjar menegaskan, impor migas dari AS yang dilakukan oleh Pertamina hanya sebatas minyak mentah dan LPG. Terkait dengan LNG, bilangnya, belum ada pembahasan lebih rinci.
"Sampai saat ini yang terbatas masih minyak mentah dan LPG," tegasnya.
Namun demikian, ia menuturkan, Pertamina sebenarnya telah memiliki kerja sama dengan menandatangani nota kesepahaman terhdap mitra AS untuk penyediaan minyak mentah untuk kilang.
"Pertamina memang telah melakukan penandatanganan MoU dengan beberapa mitra di AS terkait dengan optimalisasi pengadaan feedstock atau minyak mentah untuk kilang-kilang kita di Indonesia," beber Fadjar.
Fadjar menambahkan, mayoritas impor LPG yang dilakukan oleh Pertamina berasal dari AS. Akan tetapi, memang jika dibutuhkan dalam kesepakatan, maka Pertamina bisa menambah kuota LPG dari AS.
"Terkait volume dan nilai belum bisa kami sampaikan karena memang masih dalam proses negosiasi dan terus berkembang," tegasnya.
Baca Juga: Tarif Trump Turun 19 Persen, Pertamina Bersiap Lakukan Impor Minyak Mentah Hingga LPG
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut, Kementerian ESDM telah mengalokasikan dana sebesar 10 miliar hingga 15 miliar dolar AS untuk mengimpor energi dari Amerika Serikat apabila terjadi kesepakatan penurunan tarif resiprokal.
"Kami dari ESDM sudah mengalokasikan sekitar 10 miliar dolar AS sampai 15 miliar dolar AS untuk belanja di Amerika. Kalau tarifnya juga diturunkan, kalau nggak berarti kan nggak ada deal dong," ujarnya seperti dikutip Antara.
Bahlil menyampaikan hingga saat ini ia belum tahu secara detail terkait dengan kesepakatan negosiasi antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Menurutnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku ketua delegasi Indonesia masih terus melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat.
Ia juga belum bisa membeberkan rencana apa yang akan ditempuh apabila kesepakatan tersebut tidak tercapai.
"Saya belum tahu perkembangan terakhir, karena yang akan ngomong itu adalah Pak Menko (Airlangga Hartarto) sebagai Ketua Delegasi. Nanti kita lihat lagi," imbuhnya.