Oleh karena itu, Bhima mendorong pemerintah untuk tidak serta-merta menyetujui kesepakatan yang terkesan berat sebelah.
Ia menekankan pentingnya proteksi terhadap sektor-sektor vital dalam negeri, terutama pertanian dan peternakan, yang akan menjadi sasaran utama produk impor AS.
Pasalnya, kesepakatan dagang tersebut diduga kuat mengharuskan Indonesia untuk mengimpor produk energi, pertanian, dan aviasi dari AS dalam jumlah besar.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar, mengingat posisi Indonesia yang sudah menjadi pasar empuk bagi produk AS.
"Indonesia jadi negara nomor ke tujuh sekarang, sebagai tujuan utama dari ekspor produk-produk peternakan Amerika. Mulai dari susu, keju, daging, dan turunannya," katanya.