Secara historis, siklus empat tahunan ini selalu diikuti oleh kenaikan harga signifikan karena pasokan baru menjadi lebih langka.
Para ahli melihat ini sebagai pendorong fundamental yang melekat pada desain Bitcoin itu sendiri.
2. Risiko: "Wild West" dengan Aturan Baru
Tentu, di mana ada potensi keuntungan besar, di situ ada risiko yang sepadan. Para pakar menekankan bahwa investor harus sadar betul akan medan perang ini:
Volatilitas Ekstrem: Ini adalah DNA dari aset kripto. Harga bisa naik 50% dalam sebulan, dan anjlok 30% dalam seminggu.
Tanpa mental yang kuat dan manajemen risiko yang baik, investor bisa panik dan membuat keputusan fatal.
Ketidakpastian Regulasi: Pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia, masih meraba-raba cara terbaik untuk mengatur aset ini.
Sebuah kebijakan baru yang tiba-tiba muncul bisa mengguncang pasar secara dramatis.
Keamanan Digital: Peretasan bursa, penipuan (scam), dan proyek rug pull (pengembang kabur membawa uang investor) masih menjadi ancaman nyata.
Baca Juga: Modal Rp100 Ribu Bisa Jadi Jutawan? Ternyata Ini Kuncinya
Investor wajib membekali diri dengan pengetahuan keamanan dasar, seperti menggunakan hardware wallet dan tidak mudah percaya pada janji keuntungan yang tidak masuk akal.
3. Regulasi: Pedang Bermata Dua yang Membangun Fondasi
Berbicara soal regulasi, para ahli tidak lagi melihatnya murni sebagai ancaman. Di Indonesia, misalnya, Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) telah merilis daftar aset kripto yang legal diperdagangkan.
Di satu sisi, regulasi yang lebih ketat bisa membatasi ruang gerak. Namun di sisi lain, kerangka hukum yang jelas justru menjadi katalis positif.
Regulasi memberikan perlindungan bagi investor, mengurangi jumlah penipuan, dan yang terpenting, membangun kepercayaan bagi investor besar dan institusional untuk masuk.
Era "Wild West" tanpa aturan perlahan mulai berakhir, digantikan oleh ekosistem yang lebih terstruktur.