Suara.com - Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) telah merombak pemberian insentif hingga tantiem para komisaris dan direksi BUMN.
Dalam Surat Edaran No. S-063/DI-BP/VII/2025, Kepala BPI Danantara, Rosan Roeslani, mengatur pemberian insentif hingga tantiem komisaris ini disesuaikan dengan kondisi BUMN itu sendiri.
Lantas dengan pengaturan yang bru tersebut bisa buat pengawasan dan kinerja terhadap BUMN bisa meningkat?
Pengamat BUMN dari NEXT Indonesia, Heri Gunawan, menilai kebijakan Danantara itu tidak langsung merubah pengawasan menjadi ketat. Kebijakan itu, agar para komisaris tidak berfoya-foya di tengah kondisi BUMN yang tak baik-baik saja.

"Larangan pemberian tantiem itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan proses pengawasan. Kebijakan itu hanya mengerem pesta-pora tantiem yang selama ini diterima oleh Direksi dan Dewan Komisaris, walau pun perusahaan rugi," ujarnya saat dihubungi Suara.com, Sabtu (2/8/2025).
Heri memberikan contoh apa yang terjadi di PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) yang mana komisaris dan direksi tetap senang dan mendapatkan tantiem miliaran rupiah, padahal kondisi perusahaan rugi Rp 1,7 triliun pada tahun 2021.
Memang ia mengakui, manajemen Waskita Karya tidak salah, sebab ada regulasi yang jadi pegangan, yakni Peraturan Menteri BUMN No. PER-12/MBU/11/2020 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri BUMN No. PER-04/MBU/2014 tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewa Pengawas Badan Usaha Milik Negara.
Dalam aturan tersebut berbunyi, tantiem dapat diberikan asal perusahaan tidak semakin rugi.
"Jadi walau rugi, boleh bayar tantiem kalau kerugiannya lebih kecil dari tahun sebelumnya. Masih rugi dianggap prestasi. Karena itu, kalau Danantara mau betul-betul hapus rezim tantiem, Peraturan Menteri BUMN itu harus dihapus. Kan Pak Erick Thohir jadi Ketua Dewan Pengawas Danantara. Mereka satu kantor, bisa koordinasi," imbuhnya.
Baca Juga: Danantara Hapus Insentif Buat Direksi dan Bonus Komisaris BUMN
Sebelumnya, Beleid itu memuat, bahwa pemberiaan insentif, tantiem, dan penghasilan lain direksi akan mengacu pada kinerja perusahaan.
Artinya, jika memang BUMN memang tengah mendapat laba tinggi, maka direksi bisa mendapatkan insentif tinggi, sebaliknya, jika merugi, maka bisa saja direksi tidak mendapatkan penghasilan selain gaji.
Selain itu, pemberian penghasilan direksi itu bukan hasil aktivitas semu pencatatan akutansi/laporan keuangan, dan tidak mencatatkan beban untuk memperbesar laba perusahaan.
"Dalam hal terdapat hasil usaha yang sifatnya ‘one-off' atau ‘windfall', maka harus dikeluarkan dari perhitungan," bunyi surat tersebut seperti dikutip, Jumat (1/8/2025).
Hal yang sama juga berlaku pada Komisaris, yang berhak mendapatkan penghasilan lain seperti insentif yang disesuaikan dengan kinerja perusahaan.
Rosan menyebut, perubahan ini bukan pemotongan honorarium, melainkan langkah penyelarasan agar sistem remunerasi sejalan dengan prinsip good corporate governance. Komisaris tetap akan menerima pendapatan tetap bulanan yang layak, disesuaikan dengan tanggung jawab dan kontribusinya.