Suara.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) berpotensi menghadapi tantangan berat di sisa tahun 2025. Kebijakan tarif dagang Amerika Serikat (AS) yang mulai berlaku pada 7 Agustus 2025 diprediksi akan menjadi sentimen negatif utama yang menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Mirae Asset Sekuritas Indonesia bahkan memproyeksikan IHSG dapat terperosok hingga level 6.900 di akhir tahun.
Menurut Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, kondisi makroekonomi dan pasar modal di semester II/2025 akan sangat menantang. Faktor utamanya adalah penerapan kembali kebijakan tarif dagang oleh Presiden AS, Donald Trump, yang diperkirakan akan memengaruhi signifikan aktivitas perdagangan global, termasuk Indonesia.
Namun, di tengah awan mendung sentimen negatif tersebut, Rully melihat adanya beberapa titik terang. Ia menyebutkan bahwa situasi saat ini bersifat "mixed" atau berimbang.
Beberapa sentimen positif yang mampu menahan laju penurunan lebih dalam antara lain:
1. Revisi Pertumbuhan Ekonomi Global: Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,1% untuk tahun 2025 dan 2026.
2. Penguatan Rupiah: Pelemahan dolar AS membuat nilai tukar rupiah menguat, memberikan kestabilan bagi perekonomian domestik.
3. Ruang Pemangkasan Suku Bunga: Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 0,25% lagi.
Rully memprediksi bahwa pemangkasan suku bunga ini akan berdampak positif pada beberapa sektor. Sektor emas dan perbankan akan menjadi dua sektor yang paling diuntungkan. Penurunan suku bunga acuan akan segera diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan, yang berpotensi mendorong kredit dan laba bank. Selain itu, instrumen obligasi juga akan menikmati angin segar karena pemangkasan suku bunga akan menekan imbal hasil (yield) dan mendorong kenaikan harga surat utang.
Baca Juga: Prabowo 'Takut' Trump? Pengamat Ungkap Alasan Indonesia 'Kalah' Soal Tarif Dagang AS
Dengan sentimen yang saling berhadapan ini, Mirae Asset Sekuritas Indonesia tetap realistis dalam memproyeksikan IHSG. Meskipun ada sentimen positif yang menahan laju penurunan, dampak tarif dagang AS diperkirakan tetap dominan.
"Kami prediksi berlakunya tarif oleh Presiden AS Donald Trump akan membuat aktivitas perdagangan dunia akan terpengaruh signifikan, tidak terkecuali Indonesia," ujar Rully dalam paparannya di Jakarta, Senin (4/8/2025).
Perekonomian Indonesia, yang sempat menikmati surplus perdagangan tinggi berkat strategi front loading (mendorong aktivitas ekspor-impor di awal) untuk mengantisipasi tarif ini, diperkirakan akan merasakan imbasnya. Pada Mei dan Juni 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan masing-masing sebesar USD4,3 miliar dan USD4,1 miliar.
Meskipun demikian, dengan sentimen yang berimbang tersebut, Mirae Asset Sekuritas Indonesia memproyeksikan IHSG akan menutup tahun 2025 di level 6.900. Angka ini mencerminkan optimisme yang berhati-hati di tengah ketidakpastian global yang kian meningkat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan tarif dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat sebesar 19 persen berlaku mulai 7 Agustus 2025. Tarif tersebut juga telah diumumkan bersamaan dengan 92 negara lainnya.
“Sudah diumumkan (tarif) 92 negara, dan Indonesia kan seperti kita ketahui sudah selesai (sepakat) dan berlaku tanggal 7 (Agustus),” ujar Airlangga kepada wartawan, Senin (4/8/2025).
Menurutnya, tarif 19 persen yang didapatkan Indonesia merupakan salah satu yang terendah di kawasan Asia Tenggara, kecuali Singapura yang mendapat tarif hanya 10 persen dari AS.
“Seluruh negara ASEAN hampir selesai (negosiasi) dan negara-negara ASEAN,” kata dia.
Dengan besaran tarif tersebut, lanjut Airlangga, Indonesia masih memiliki peluang di pasar ekspor ke Amerika Serikat terutama dengan negara-negara kompetitor seperti Thailand dan India.
“Selama ini juga sama, punya competitiveness terhadap Thailand maupun Malaysia dan sektornya agak mirip tapi ada perbedaan juga, yang penting india agak tinggi sedikit,” jelas dia.