Industri Makin Menjerit Pasokan Gas HGBT Seret, Kemenperin: Kado Buruk HUT RI!

Achmad Fauzi Suara.Com
Senin, 18 Agustus 2025 | 14:37 WIB
Industri Makin Menjerit Pasokan Gas HGBT Seret, Kemenperin: Kado Buruk HUT RI!
Ilustrasi Kawasan Industri. [Ist]

Suara.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan kabar buruk bagi kalangan industri di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia. Pasalnya, Kemenperin mendapat kabar bahwa Produsen gas bumi mengumumkan adanya pembatasan pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi sektor industri.

Hal ini membuat adanya jeritan di kalangan para investor sektor manufaktur di tanah air.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, menegaskan,keputusan tersebut merupakan 'kado buruk' bagi sektor manufaktur nasional.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief. [Dok Kemenperin].
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief. [Dok Kemenperin].

"Pada momen HUT ke-80 RI, seharusnya seluruh rakyat Indonesia, termasuk pelaku industri, dapat bergembira. Namun, kabar pembatasan HGBT justru menimbulkan luka dan membuat industri kembali memaknai arti kemerdekaan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (18/8/2025).

Febri menuturkan, gas bumi memiliki peran vital, baik sebagai bahan baku maupun sumber energi dalam proses produksi. Industri pupuk, kaca, keramik, baja, oleokimia, hingga sarung tangan karet termasuk di antara penerima manfaat program HGBT yang selama ini ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Presiden dengan harga sekitar USD 6,5 per MMBTU.

"Ini yang mengherankan. Pasokan gas harga diatas USD 15-17 lancar. Tapi, pasokan gas USD 6,5 tidak lancar. Jika terjadi pengetatan, harga melonjak hingga USD 15–17 per MMBTU. Ini kan aneh. Mesin-mesin produksi bisa terpaksa dihentikan, dan untuk menyalakan kembali butuh waktu lama serta energi dan biaya lebih besar," ungkapnya

Febri menilai, pembatasan HGBT tidak hanya mengancam kelangsungan produksi, tetapi juga berpotensi menurunkan utilisasi pabrik, bahkan hingga penutupan usaha dan PHK pekerja industri.

"Lebih dari 100 ribu pekerja di sektor penerima manfaat HGBT akan terdampak. Bila industri menurunkan kapasitas atau menutup pabrik, PHK tidak dapat dihindarkan," bebernya.

Kemudian, lonjakan harga gas akan memengaruhi harga produk akhir. "Jika bahan baku naik, otomatis harga produk juga naik. Akibatnya, daya saing industri nasional melemah dan kalah bersaing dengan produk dari luar negeri," jelas Febri.

Baca Juga: Tantangan Hilirisasi Industri: MCCI Ungkap Realita Pahit, Impor Murah Jadi Penghalang Utama!

Ia menekankan bahwa kestabilan pasokan energi merupakan syarat mutlak bagi keberlanjutan industri. Jika tidak terjaga, upaya pemerintah mendorong investasi dan memperkuat daya saing akan terhambat.

Febri juga mengingatkan bahwa pembatasan HGBT bertentangan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan kemandirian energi, kemandirian pangan, hilirisasi industri serta penciptaan lapangan kerja pada Asta Cita.

"Pengurangan pasokan ini akan berdampak pada ketersediaan pupuk, yang merupakan komponen strategis bagi ketahanan pangan. Industri oleokimia juga terkena imbasnya, sehingga kebutuhan dalam negeri dapat terganggu" jelasnya.

Kementerian Perindustrian menilai alasan keterbatasan pasokan gas tidak masuk akal. "Kalau memang pasokan terbatas, mengapa industri masih bisa membeli gas ketika harganya melonjak hingga USD 17 per MMBTU? Kalau gas harga USD 6,5 pasokannya terbatas. Ini patut dipertanyakan," imbuh Febri.

Menurutnya, meski negara kehilangan sebagian pendapatan dari program HGBT, nilai tambah yang dihasilkan dari produk hilir jauh lebih besar. "Setiap Rp 1 yang hilang di hulu bisa dikompensasi Rp 3 dari penciptaan nilai tambah diproduk hilir industri pengguna HGBT. Karena itu, lebih bijak bila pendapatan negara difokuskan pada pajak produk hilir hasil hilirisasi gas HGBT ini, bukan pada gas di hulu," katanya.

Febri optimistis, jika harga HGBT tetap dijaga di level USD 6,5 per MMBTU dengan pasokan yang stabil, serta penerimaan pajak difokuskan pada produk hilir, maka target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang dicanangkan Presiden Prabowo bisa tercapai.

"Insha Allah, dengan kebijakan yang tepat, target pertumbuhan itu bukan hanya impian, melainkan dapat benar-benar diwujudkan," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI