The Fed Pangkas Suku Bunga, Apa Dampaknya Terhadap Perbankan Indonesia?

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 18 September 2025 | 10:03 WIB
The Fed Pangkas Suku Bunga, Apa Dampaknya Terhadap Perbankan Indonesia?
Ketua Federal Reserve Jerome Powell (x.com)
Baca 10 detik
  • Bank Indonesia (BI) dan The Fed menunjukkan kebijakan moneter berbeda, di mana BI telah memangkas suku bunga 125 bps, sementara The Fed baru memangkas 25 bps.
  • Saham bank-bank Indonesia cenderung melemah setelah pemangkasan suku bunga The Fed, dengan bank-bank BUMN lebih rentan dibandingkan bank swasta seperti BCA.
  • Pemotongan suku bunga The Fed hanya berdampak jangka pendek, sementara kinerja perbankan Indonesia secara keseluruhan lebih dipengaruhi oleh fundamental masing-masing bank.

Suara.com - Kebijakan moneter yang dijalankan oleh Bank Indonesia (BI) dan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menunjukkan arah yang berbeda pada 2025.

Sepanjang tahun ini, BI telah melakukan pelonggaran agresif dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 125 basis poin, menjadikannya 4,75%.

Langkah ini diambil untuk mendorong pertumbuhan kredit di Indonesia. Terkini, The Fed memastikan pemangaksan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke 4-4,25 persen.

Langkah ini jadi yang pertama sejak term kedua Presiden Donald Trump berjalan. Meski begitu, Gubernur The Fed Jerome Powell mengungkapkan kebijakan-kebijakan Trump akan menjadi penentu terbesar.

Jika dirunut, analis historis ke belakang terhadap siklus pelonggaran The Fed sejak 2019 menunjukkan bahwa bank-bank Indonesia sering kali mengalami kinerja di bawah rata-rata (underperformed) saat peristiwa ini terjadi.

Setelah The Fed memangkas suku bunga, harga saham bank-bank besar biasanya terkoreksi sekitar 3% dalam waktu tiga hari. Koreksi ini bahkan bisa meluas hingga 6–10% dalam 7 hingga 90 hari berikutnya.

Koreksi harga saham ini sering kali bertepatan dengan penurunan peringkat laba (earnings downgrades). Fenomena ini pernah terjadi pada 2019 akibat ketatnya likuiditas, 2020 akibat pandemi COVID-19, dan kembali terjadi pada 2024 akibat tekanan baru.

Dalam situasi ini, bank-bank BUMN cenderung memiliki kinerja yang kurang tangguh dibandingkan bank swasta, khususnya BCA, yang berulang kali terbukti paling tahan banting (resilient).

Sementara itu, bank-bank yang lebih kecil menunjukkan hasil yang beragam.

Baca Juga: Harga Emas Antam Pecah Rekor Lagi Tembus Lebih dari Rp2,1 Juta, Ini Penyebabnya

Saham Bank Tabungan Negara (BTN) mengalami penurunan paling tajam, sedangkan Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah (BTPS) menunjukkan ketahanan yang lebih baik.

Di sisi lain, kinerja Bank Jago (ARTO) sangat bervariasi, tergantung pada siklus ekonomi saat itu.

Pada IHSG hari ini, Kamis (18/9/2025), dibuka positif hingga stabil di harga 8.039.  

Pergerakan aliran dana asing dalam lima tahun terakhir menunjukkan adanya arus masuk menjelang pemotongan suku bunga The Fed, namun terjadi arus keluar yang konsisten pada hari keputusan diumumkan.

Hal ini mengindikasikan bahwa pergerakan dana lebih mencerminkan rotasi global daripada dampak langsung dari pemotongan suku bunga.

Reaksi valuasi juga tidak seragam. Rasio nilai buku terhadap harga saham (Price-to-Book Value/PBV) mengalami peningkatan pada 2019, anjlok pada 2020 sebelum akhirnya bangkit kembali, dan mengalami penurunan lagi setelah pemotongan suku bunga 2024 menjadi 2,3 kali.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI