Kronologi Indonesia Kehilangan Investor Semikonduktor Gegara Kebijakan 'Nyeleneh'

M Nurhadi Suara.Com
Rabu, 19 November 2025 | 11:55 WIB
Kronologi Indonesia Kehilangan Investor Semikonduktor Gegara Kebijakan 'Nyeleneh'
Ilustrasi chip [Unsplash]
Baca 10 detik
  • Pada 1970-an hingga 1980-an, Indonesia adalah pusat perakitan semikonduktor Asia Tenggara.
  • Kebijakan larangan otomasi yang dikeluarkan Menteri Tenaga Kerja Sudomo pada 1980-an menyebabkan perusahaan multinasional seperti Fairchild terpaksa relokasi.
  • Setelah kehilangan basis produksinya, Indonesia kini menjadi negara pengimpor chip semikonduktor.

Proses pembuatan semikonduktor—mulai dari pembuatan dodol silikon, mengirisnya menjadi wafer setipis 400 microns, hingga mengukir rangkaian logika (transistor) menggunakan teknologi litografi (yang kala itu sudah mencapai skala 800 nanometer)—sangat membutuhkan presisi tinggi, error rendah, dan kontinuitas yang hanya bisa dicapai oleh robot dan otomatisasi.

Ketidakmungkinan manusia melakukan proses manufaktur berskala nanometer ini secara masif dan kontinu dengan standar global, membuat perusahaan multinasional seperti Fairchild tak punya pilihan.

Mereka terpaksa menutup operasinya atau relokasi ke negara tetangga, terutama Malaysia.

Selain blunder kebijakan Sudomo, hengkangnya pabrik semikonduktor dan kegagalan Indonesia mempertahankan posisi dipicu oleh beberapa faktor lain yang datang secara simultan:

Perubahan Model Bisnis Global: Industri semikonduktor dunia berubah drastis dari model terintegrasi (hulu ke hilir) menjadi terpecah-pecah (fragmented). Investor memilih negara yang dianggap lebih menguntungkan.

Negara Pesaing Memberi Insentif: Pada era 1990-an hingga 2000-an, negara pesaing seperti Malaysia, China, Vietnam, dan Thailand bergerak cepat menawarkan insentif pajak besar-besaran dan ongkos produksi yang jauh lebih murah. Indonesia tidak mengimbangi langkah ini.

Krisis Ekonomi 1998: Krisis moneter menghantam industri manufaktur, menyebabkan banyak pabrik bangkrut, investasi teknologi mandek, dan industri elektronik lokal runtuh. Ini adalah pukulan terbesar yang mengakhiri kejayaan tersebut.

Kurangnya Roadmap Riset Jangka Panjang: Tidak ada kelanjutan riset dan investasi jangka panjang (20–40 tahun) pada ekosistem elektronik nasional. Sementara negara seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura gencar mendukung universitas dan membangun roadmap teknologi.

Dominasi Impor: Indonesia memilih menjadi negara dagang daripada negara industri, di mana banyak perusahaan lokal lebih memilih mengimpor dan menjual daripada memproduksi.

Baca Juga: Bawa Singapura ke Piala Asia setelah 41 Tahun, Striker Keturunan Pacitan Semringah

Setelah kehilangan statusnya dan menjadi pengimpor chip semikonduktor, Pemerintah saat ini berupaya membangkitkan kembali industri ini, salah satunya dengan fokus pada pembangunan ekosistem, termasuk mengusulkan larangan ekspor silika untuk mendorong industri pengolahan dalam negeri.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI