Suara.com - Bagi sebagian orang, zakat seringkali dipahami sebagai kewajiban tahunan yang dilakukan menjelang Ramadhan. Namun, tidak sedikit pula yang tanpa sadar melewatkannya. Ada yang menunda karena sibuk, ada yang belum paham cara menghitungnya, dan ada juga yang merasa hartanya belum cukup mencapai nisab. Waktu berjalan begitu cepat, hingga bertahun-tahun berlalu tanpa pernah menunaikan kewajiban zakat. Lalu, bagaimana jika seseorang baru menyadari hal itu setelah sekian lama? Apakah masih bisa ditebus? Dan bagaimana cara mensucikan hartanya?
Zakat bukan sekadar kewajiban finansial, melainkan rukun Islam yang memiliki makna spiritual yang dalam. Ia adalah bentuk kepedulian sosial, pembersihan jiwa, dan penyucian harta.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)
Ayat ini menjadi dasar bahwa zakat bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang membersihkan diri dari sifat tamak dan menyadarkan bahwa harta sejatinya hanyalah titipan.
Namun, ketika kewajiban itu diabaikan selama bertahun-tahun, dosa yang timbul tidak hanya karena tidak memberi hak orang lain, tapi juga karena menahan keberkahan rezeki yang seharusnya mengalir.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada orang yang memiliki emas dan perak, lalu tidak menunaikan zakatnya, kecuali pada hari kiamat emas dan perak itu akan dipanaskan di neraka Jahannam.” (HR. Muslim)
Hadis ini memberi peringatan keras bahwa zakat adalah tanggung jawab serius yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Mengapa Banyak Orang Lupa atau Menunda Zakat
Tidak semua yang lalai membayar zakat melakukannya karena sengaja. Banyak di antara umat Muslim yang sebenarnya ingin menunaikan zakat, namun terhalang oleh ketidaktahuan atau kelalaian. Ada yang belum paham cara menghitung nisab dan haul, ada yang bingung apakah tabungan, investasi, atau aset tertentu wajib dizakati, dan ada pula yang menunda karena merasa penghasilannya pas-pasan.
Masalahnya, penundaan yang kecil ini bisa menjadi kebiasaan tahunan yang lama-kelamaan menumpuk hingga bertahun-tahun.
Baca Juga: Perkuat Tulang Punggung Ekonomi, BRI Salurkan KUR untuk UMKM
Kekeliruan umum lainnya adalah anggapan bahwa zakat hanya untuk orang kaya. Padahal, siapa pun yang telah memiliki harta melebihi nisab dan tersimpan selama setahun wajib menunaikannya, tak peduli besar atau kecil nilainya. Menunda zakat bukan hanya soal administrasi keuangan, tapi juga tentang tanggung jawab spiritual. Harta yang tidak dizakati menjadi berat, tidak membawa ketenangan, bahkan bisa menjadi sebab berkurangnya keberkahan hidup.
Apakah Masih Bisa Membayar Zakat yang Tertunda?
Jawabannya: bisa, dan wajib.
Meskipun seseorang telah menunda zakat selama bertahun-tahun, kewajiban itu tidak gugur begitu saja. Ia tetap harus menghitung dan menunaikan zakat yang tertunda tersebut. Para ulama sepakat bahwa zakat yang tidak dibayarkan tetap menjadi utang kepada Allah dan hak bagi para mustahik (penerima zakat). Maka, langkah pertama untuk menebusnya adalah dengan menghitung kembali berapa besar zakat yang seharusnya telah dikeluarkan di tahun-tahun sebelumnya.
Jika catatan keuangan sudah tidak lengkap, seseorang bisa memperkirakan nilainya secara bijak berdasarkan rata-rata kepemilikan harta di masa itu. Misalnya, jika selama tiga tahun terakhir tabungan rata-rata berada di atas nisab, maka zakat harus dihitung berdasarkan nilai tersebut. Besarnya tetap sama, yaitu 2,5 persen dari harta yang dimiliki. Lebih baik menghitung berlebih sedikit daripada kurang, karena zakat yang dikeluarkan dengan niat tulus tidak akan mengurangi harta, melainkan menambah keberkahan.
Setelah zakat tertunda tersebut dibayarkan, seseorang disunnahkan untuk memperbanyak istighfar dan sedekah sebagai bentuk penyesalan dan penyucian diri. Sebab, zakat bukan hanya urusan hitungan, tetapi juga tentang mengembalikan keseimbangan spiritual antara manusia dan Tuhannya.
Dampak Spiritual Tidak Menunaikan Zakat
Zakat memiliki fungsi sosial dan spiritual yang sangat penting. Ketika seseorang tidak menunaikannya, bukan hanya hak orang lain yang tertahan, tapi juga keberkahan yang seharusnya kembali kepada dirinya. Banyak orang yang merasakan bahwa meski penghasilannya meningkat, hidup terasa sempit dan rezekinya tidak pernah cukup. Dalam pandangan Islam, itu bisa jadi tanda bahwa ada hak orang lain yang belum dikeluarkan.
Harta yang tidak dizakati bagaikan air yang terhenti alirannya. Ia tidak memberi manfaat, bahkan bisa menimbulkan keresahan. Namun, ketika zakat dikeluarkan, aliran keberkahan akan kembali. Rezeki menjadi ringan, hati terasa tenang, dan hidup menjadi lebih lapang. Zakat bukan sekedar kewajiban, tetapi jalan menuju ketenangan batin. Ia menyucikan, menenangkan, dan menumbuhkan rasa syukur yang sesungguhnya.