- Menteri Pertanian menuding impor ilegal beras di Sabang dan Batam merugikan petani, serta mengancam memberantas jalur masuk ilegal tersebut.
- Pemerintah Aceh dan anggota DPR membantah tudingan impor ilegal karena Sabang memiliki status hukum khusus di bawah undang-undang tertentu.
- Tapi tudingan Amran dibantah oleh pemerintah Aceh dan anggota DPR.
Suara.com - Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyoroti soal impor komoditas ilegal yang masuk melalui jalur tikus. Ia menilai praktik tersebut merugikan masyarakat, khususnya para petani yang menggantungkan hidup pada hasil tanam mereka.
Komentar itu disampaikan Amran setelah ia menuding adanya impor ilegal beras dan gula di Sabang, Aceh dan Batam, Kepulauan Riau pada pekan ini. Tapi tudingan Amran dibantah oleh pemerintah Aceh dan anggota DPR. Mereka menilai Amran tak paham soal Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan status Pelabuhan Bebas Sabang yang diatur dalam Undang-Undang UU Nomor 37 Tahun 2000.
"Nah ini salah satunya penyebabnya (kerugian masyarakat), ada jalur tikus," ujar Amran di Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).
Amran itu menegaskan langkah tegas akan ditempuh untuk memberantas alur masuk ilegal tersebut.
"Kalau (impor melalui) jalur tikus, penindakan," sambungnya.
Meski begitu, ia belum mengungkapkan bentuk tindakan yang bakal dijalankan. Amran hanya memastikan pemerintah tidak akan berdiam diri karena ada ratusan juta petani yang terdampak langsung oleh praktik impor ilegal tersebut.
Menurut dia, ketika komoditas ilegal masuk, para petani di berbagai daerah otomatis mengalami tekanan. Harga jual mereka tergerus, sementara biaya produksi tidak berubah. Kondisi itu, kata Amran, bisa memicu defisit ekonomi di daerah-daerah sentra pertanian.
"Kami ini mewakili kepentingan petani seluruh Indonesia, termasuk petani Kepulauan Riau dan petani Aceh dan seluruh Indonesia tanpa kecuali. Coba bayangkan kalau sudah semangat tanam, tiba-tiba impor. Menurut Anda gimana? Pusing ya? Bayangkan 115 juta [petani se-Tanah Air] pusing. Bisa pernah enggak bayangkan?" ucapnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani memastikan penindakan terhadap impor ilegal akan dilakukan sesuai mekanisme hukum. Ia menyebut langkah berikutnya sepenuhnya berada di tangan aparat penegak hukum.
Baca Juga: Pelototi Pedagang, Pemerintah Dirikan Satgas Pengendalian Harga Beras
"Ya, nanti hasil putusan sidang (untuk menentukan penindakan). Jadi, itu nanti tindakan polisi," ucapnya.
Kementerian Pertanian sebelumnya menuding ada impor beras ilegal sebanyak 250 ton di Sabang dan 40 ton di Batam.
Tudingan Ilegal Dibantah
Tetapi tudingan itu dibantah oleh banyak pihak di Aceh. Pemerintah Aceh menegaskan bahwa tidak ada regulasi yang dilanggar oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) terkait kegiatan impor beras sebanyak 250 ton dari Thailand.
"Gubernur nyatakan tidak ada regulasi yang dilanggar oleh BPKS dan pihak-pihak terkait lainnya dalam hal impor beras 250 ton tersebut," kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA di Banda Aceh, Selasa.
MTA mengatakan, Gubernur Aceh telah menerima dan memahami laporan terkait kasus impor 250 ton beras yang dipermasalahkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman beberapa hari lalu dan dinyatakan ilegal.
Ia menjelaskan, salah satu hal yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Sabang adalah tingginya harga beras apabila membawa dari daratan, sehingga memberatkan masyarakat di tengah kondisi ekonomi seperti saat ini.
Atas dasar salah satu permasalahan tersebut, kebijakan memasukkan beras dari luar menjadi kebijakan transisi strategis yang berpihak kepada masyarakat setempat.
Ia menilai, pernyataan Mentan yang menyatakan beras tersebut ilegal terlalu reaksioner dan minim sensitivitas terhadap daerah, terutama Aceh sebagai bekas konflik.
"Tanggapan Menteri terkait impor 250 ton di Sabang kami nilai terlalu didramatisir seakan-akan sebuah tindakan pidana serius dan melawan undang-undang," katanya.
Padahal, lanjut dia, kawasan Sabang diatur dengan regulasi khusus, termasuk dalam UU 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Maka dari itu, pernyataan beras itu ilegal tidak mendasar dan mereduksi kewenangan Aceh terutama BPKS dengan segala kewenangannya sesuai peraturan perundang-undangan.
Sementara anggota Komisi III DPR asal Aceh, Nasir Djamil menegaskan tudingan impor beras ilegal di Pelabuhan Bebas Sabang sama sekali tidak berdasar. Alasannya karena kawasan pelabuhan dan perdagangan Sabang itu memiliki aturan khusus dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 dan UU Nomor 37 Tahun 2000 Tentang Pelabuhan Bebas Sabang.
"Saya tidak setuju jika beras itu disebut ilegal. Sebab kawasan pelabuhan dan perdagangan Sabang itu memiliki aturan dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 dan UU Tentang Pelabuhan Bebas Sabang. Sebab istilah ilegal itu sinonim dengan pelaku kejahatan," tegas Nasir kepada Suara.com di Jakarta Selasa (25/11/2025).
Ketika ditanya soal Kementan yang menyatakan impor beras tersebut tidak memiliki izin dari pemerintah pusat, Legislator dari Fraksi PKS itu menjelaskan permasalahannya justru terletak pada sikap pemerintah sendiri terhadap status kekhususan Sabang.
"Memang kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang saat ini diterapkan setengah hati oleh pemerintah pusat," ujar Nasir.
Nasir bahkan mengusulkan agar Pemerintah Aceh mempertimbangkan untuk mengembalikan pengelolaan UU Kawasan Sabang kepada pemerintah pusat. Ia menilai aturan itu tidak pernah dijalankan secara sungguh-sungguh oleh kementerian terkait.
"Sebab UU itu tidak dijalankan dengan sungguh-sungguh dan sering ditelikung oleh kementerian-kementerian terkait," ucapnya.
Menurutnya, jika pemerintah pusat tidak mampu menjalankan regulasi sesuai kekhususan Aceh, lebih baik statusnya dikembalikan saja demi menghindari konflik berkepanjangan.
"Daripada menjadi sumber konflik antara daerah dan pusat, kita kembalikan saja undang-undang itu. Atau terapkan kawasan itu dengan merujuk kekhususan yang diatur dalam peraturan perundangan," kata Nasir.
Sementara Kanwil Bea Cukai Aceh, melalui Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Leni Rahmasari menegaskan tentang pemasukan beras ke Kota Sabang oleh PT Multazam Sabang Group.
Menurut rilis yang diterima media ini, Senin menjelaskan, pemasukan beras ini telah memperoleh Surat Izin Pemasukan Barang ke Kawasan Sabang Nomor 513/PTSP-BPKS/21, yang diterbitkan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), pada 24 Oktober 2025.
“BPKS merupakan lembaga yang diberi kewenangan oleh pemerintah sebagai penyelenggara Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Sabang, yakni kawasan yang mendapatkan fasilitas bebas bea masuk, PPN, PPnBM, dan cukai,” terang Leni seperti dilansir dari Modus Aceh.