Suara.com - Timnas Indonesia U-23 kembali harus menunda mimpi mengangkat trofi Piala AFF U-23 setelah takluk 0-1 dari Vietnam pada final di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Kekalahan ini tidak hanya memperpanjang puasa gelar di ajang tersebut, tetapi juga menambah panjang daftar kegagalan Timnas Indonesia di semua level usia meraih prestasi di GBK selama 38 tahun terakhir.
Ada dua aspek krusial yang membuat Garuda Muda gagal tampil maksimal di laga final, meski mendapat dukungan penuh dari puluhan ribu suporter di stadion kebanggaan Tanah Air.
1. Skema Monoton dan Minim Variasi Serangan

Salah satu masalah paling mencolok dalam permainan Timnas Indonesia U-23 adalah ketergantungan berlebih terhadap lemparan ke dalam jauh dari Robi Darwis.
Strategi tersebut terus-menerus diterapkan sepanjang laga, namun tak sekali pun berbuah gol.
Organisasi pertahanan Vietnam tampil solid dan disiplin dalam mengantisipasi setiap lemparan yang diarahkan ke kotak penalti.
Minimnya variasi serangan membuat permainan Indonesia mudah ditebak dan tidak menimbulkan ancaman nyata.
Masalah ini sejatinya sudah terlihat sejak fase grup, ketika Garuda Muda hanya mampu mencetak satu gol ke gawang Filipina dan bermain imbang 0-0 melawan Malaysia.
Meski sempat mencetak delapan gol ke gawang Brunei di laga pembuka, ketajaman tim terlihat menurun drastis di pertandingan-pertandingan berikutnya.
Baca Juga: Piala AFF U-23: Pemain Vietnam Akui Takjub dengan Atmosfer Stadion GBK
Lini tengah Indonesia juga dinilai kurang kreatif. Tidak banyak peluang yang tercipta dari skema terbuka, dan alur bola lebih banyak diarahkan ke sisi sayap tanpa kombinasi atau improvisasi yang mampu membongkar pertahanan lawan.
2. Penyelesaian Akhir yang Buruk

Aspek lain yang tak kalah vital adalah buruknya penyelesaian akhir. Meski menguasai permainan dan menciptakan beberapa peluang, tak satu pun berhasil dikonversi menjadi gol.
Jens Raven punya peluang emas di awal laga lewat sundulan, namun bola justru melambung.
Rayhan Hannan bahkan sempat berhadapan satu lawan satu dengan kiper Vietnam Trung Kien Tran, tapi gagal menyarangkan bola ke gawang.
Hal ini pun diakui oleh pelatih Gerald Vanenburg, yang mengatakan bahwa produktivitas gol menjadi pekerjaan rumah utama.
“Kami tidak mencetak banyak gol. Itu hal yang harus kami pikirkan dan perbaiki,” ujar Vanenburg usai laga.
Vanenburg menyebut secara umum permainan dan rencana tim sudah berjalan baik, tapi tanpa gol, kemenangan sulit diraih.
“Kami baru menjalani pramusim selama tiga pekan, lalu bermain beberapa pertandingan, dan hasilnya cukup baik. Tapi satu hal yang harus kami pikirkan adalah bagaimana mencetak gol,” lanjutnya.
Pelatih asal Belanda itu juga menolak menyalahkan pemain secara individu. Ia menegaskan bahwa menang dan kalah adalah tanggung jawab bersama.
Kekalahan dari Vietnam di final kali ini memperpanjang catatan buruk Timnas Indonesia yang tak kunjung meraih prestasi di Stadion Utama Gelora Bung Karno selama 38 tahun terakhir.
Baik di level senior maupun kelompok umur, GBK seolah jadi tempat yang angker bagi Garuda untuk meraih gelar juara.
Vanenburg sendiri memastikan bahwa dirinya tidak akan menangani Timnas U-23 di SEA Games 2025 yang berlangsung Desember nanti.
Ia akan fokus ke ajang lain seperti Kualifikasi Piala Asia U-23. Hal ini tentu membuat sisa waktu evaluasi untuk membenahi ketajaman tim menjadi lebih terbatas.
Kontributor : Imadudin Robani Adam