Pertama, Ferry Irwandi melihat militer tidak dididik untuk mengayomi masyarakat karena tugas mereka sebagai garda terdepan negara di medan perang.
"Militer itu tidak dididik atau dibentuk atau ditempa untuk memanusiakan manusia atau mengurus manusia. Mereka dididik untuk menghabisi manusia. Itu dalam konteks perang ya. Tentu itu sangat tidak masuk kalau kita bicara pada konteks struktur bermasyarakat," jelas Ferry Irwandi.
Kedua, Ferry Irwandi menyebut militer tidak cocok ditempatkan dalam sistem pemerintahan yang menganut gaya demokrasi seperti Indonesia.
![Ferry Irwandi [Instagram/irwandyferry]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/11/13/25903-ferry-irwandi.jpg)
"Militer tidak dilatih untuk bertanya. Tapi dilatih untuk tidak bertanya. Militer tidak dilatih untuk berdiskusi, militer dilatih untuk patuh," kata Ferry Irwandi.
Dengan kata lain, kepatuhan petinggi kementerian dari militer ke presiden seperti era Soeharto berpotensi timbul lagi kalau UU TNI disahkan.
Mereka yang menjabat, bisa saja memilih mematuhi arahan Presiden Prabowo Subianto sebagai senior mereka di militer daripada mendengar keluhan rakyat.
"Dalam konteks kemiliteran, tentu (kepatuhan) itu sangat dibutuhkan. Tapi kalau dalam struktur sipil atau bermasyarakat, ini jadi suatu bumerang," keluh Ferry Irwandi.
Sebagai informasi, pengesahan UU TNI baru memicu kontroversi di kalangan masyarakat lewat 3 revisi pasal yang termuat di dalamnya.
Ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 3 tentang Kedudukan TNI dalam Struktur Pemerintahan, Pasal 47 tentang Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil, dan Pasal 53 tentang Perpanjangan Usia Pensiun Prajurit TNI.
Baca Juga: Ferry Irwandi Cerita Hidupnya Berubah Imbas Kritik UU TNI, Singgung Soal Ancaman
Penerapan revisi Pasal 3 dan Pasal 47 UU TNI dikhawatirkan bakal menimbulkan lagi kebijakan dwifungsi TNI seperti di era Orde Baru.
Selain itu, revisi Pasal 47 UU TNI juga disebut dapat mengacaukan rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN). Mengingat perubahan ketentuan dalam pasal memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil sampai di 15 kementerian atau lembaga non militer.
Ada juga Pasal 53 RUU TNI yang menjadi perhatian, karena mengatur perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Perubahan kebijakan menimbulkan perdebatan mengenai efektivitas dan kesiapan prajurit dalam menjalankan tugas di usia lanjut.
Di luar pasal-pasal yang dipermasalahkan, isu transparansi juga menyertai pengesahan UU TNI baru karena rapat pembahasannya digelar tertutup.