Suara.com - Perseteruan antara penyanyi dan pencipta lagu kembali menjadi sorotan publik. Terbaru Lesti Kejora dilaporkan oleh Yoni Dores atas dugaan pelanggaran hak cipta.
Hal ini kemudian turut disorot oleh Raja Dangdut Rhoma Irama. Dalam podcast terbarunya, musisi senior itu menduga bahwa adanya pasal ambigu yang menyebabkan ketidaksepahaman soal hak cipta.
“Konflik ini kan sebetulnya pencipta mengatakan kenapa mereka nuntut sampai 1 M, bahwa mereka berpegang kepada Undang-undang (UU) Hak Cipta Pasal 9,” kata Rhoma Irama dilansir dari kanal YouTube Rhoma Irama Official pada Sabtu, 24 Mei 2025.
“Ini saya yakin para pencipta menggunakan pasal ini, pasal 9 yang bunyinya ‘Pencipta atau pemegang hak cipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan penerbitan ciptaan, kemudian penggandaan ciptaan, penterjemahan ciptaan, sampai kepada pertunjukan ciptaan,” kata Rhoma melanjutkan.
Dalam pasal tersebut juga ditegaskan bahwa pihak yang ingin menggunakan karya cipta secara ekonomi wajib mendapatkan izin.
Artinya, tanpa izin dari pencipta, penggunaan karya, termasuk untuk pertunjukan, bisa dianggap sebagai pelanggaran hukum.
“Nah kemudian pasal 2 berbunyi ‘Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib mendapatkan izin pencipta atau pemegang hak cipta,” lanjutnya.
Jika ada pelanggaran dalam pasal tersebut, maka selanjutkan pihak yang melakukan pelanggaran akan mendapatkan sanksi.
Baca Juga: Yoni Dores Habis Kesabaran Lihat Sikap Lesti Kejora: Saya Manusia, Bukan Nabi
“Ini di dalam pasal 9 dilarang, maka di pasal lainnya muncul sanksi-sanksi,” kata Rhoma Irama sambil melihat UU Hak Cipta.
Namun kemudian pasal tersebut justru diduga memicu konflik karena adanya pasal lain dalam undang-undang yang dinilai bertentangan dengan pasal 9.
![Ketua LMKN, Dharma Oratmangun dalam sebuah wawancara di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat, 23 Mei 2025. [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]](https://media.arkadia.me/v2/articles/rizkautamii/JfVbmUqYq0TjrbP8xbw12p0fPVkXk3dN.png)
Rhoma Irama menunjukkan bahwa pasal 23 ayat 5 memberikan ruang bagi siapa pun untuk menampilkan karya secara komersial tanpa izin, selama membayar royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Tetapi, ini menurut saya terjadi sesuatu ambigu melihat pasal 23 ayat 5 ‘Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersil dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta, namun hrus membayar ke LMKN,” ujarnya.
“Sementara di Pasal 9 tadi harus mendapat izin, ini kan ambigu,” tandasnya.
Perbedaan tafsir ini dinilai sebagai akar permasalahan antara penyanyi dan pencipta.