Sementara itu, dari sisi penyanyi, kelompok seperti VISI (Vocalist Indonesia) menggugat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi, karena merasa tak memiliki posisi kuat dalam sistem royalti.
Di sisi lain, AKSI sebagai asosiasi pencipta lagu justru mendorong penerapan sistem direct licence sebagai alternatif dari skema yang saat ini diatur oleh LMKN.
Sistem direct licence sendiri memungkinkan pencipta lagu bernegosiasi langsung dengan pihak penyelenggara pertunjukan tanpa melalui perantara lembaga kolektif.
Hal ini dianggap lebih adil dan transparan. Namun, LMKN menolak penerapan sistem ini dengan dalih mekanisme pengelolaan kolektif harus tetap berjalan sesuai regulasi yang ada.

Kondisi ini semakin menunjukkan ketidakselarasan antara lembaga pengelola, pencipta lagu, dan penyanyi.
Sementara polemik terus berjalan, royalti yang seharusnya menjadi hak para musisi justru tersendat, bahkan tak jarang tak diterima sama sekali.