Suara.com - Musisi senior Ikang Fawzi menilai bahwa akar dari polemik royalti musik yang kini meresahkan banyak pihak, mulai dari musisi hingga pengusaha kafe, bermuara pada satu nama: Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Menurutnya, jika lembaga tersebut dapat menjalankan fungsinya secara ideal, kisruh seperti yang terjadi saat ini tidak akan pernah ada.
"Dan semua ini, saya bicara ya, semua ini ya muaranya di LMKN sebenarnya," tegas Ikang Fawzi di Jakarta baru-baru ini.
Rocker berusia 65 tahun itu memaparkan sejumlah syarat yang seharusnya dipenuhi oleh LMKN agar bisa menjadi penengah yang adil dan efektif.
"Kalau seandainya dia siap, dia udah terdigitalisasi, udah profesional, udah bisa apa, memberikan laporan secara apa itu namanya, transparan, dan juga memberikan komunikasi yang baik berbagai pihak, dengan orang yang punya kewajiban bayar, dengan musisi dan sebagainya, dia bisa lakukan dengan baik, nggak akan terjadi seperti ini," urainya panjang lebar.

Namun di sisi lain, Ikang Fawzi juga menyayangkan kondisi saat ini di mana beberapa pencipta lagu terkesan memaksakan aturan mereka sendiri, padahal payung hukumnya belum rampung dan LMKN sebagai eksekutor dinilai belum siap.
Ia menekankan bahwa proses penarikan royalti harus melalui jalur hukum yang jelas lewat lembaga yang berwenang, bukan dengan cara-cara yang tidak elegan.
"Nggak mungkin kami apa, mengambil, lo nangkep kayak nangkap maling. 'Lo bawa lagu gue, bayar.' Nggak mungkin begitu. Receh amat," sentilnya.
Oleh karena itu, ia menawarkan solusi dua arah yang harus segera dibenahi.
Baca Juga: 4 Musisi Ternama Indonesia Bebaskan Royalti Musik, Gratis Putar Lagu di Restoran dan Kafe
Pertama adalah perbaikan regulasi atau undang-undang yang menjadi dasar hukum.
![Ikang Fawzi Soroti Kisruh Royalti Kafe. [Instagram/ikangfawzi]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/10/42766-ikang-fawzi.jpg)
Kedua, yang tidak kalah penting, adalah peningkatan profesionalitas dan transparansi dari lembaga kolektor royalti itu sendiri.
"Ini sekarang yang harus ditingkatin adalah undang-undangnya diperbaiki dan juga kolektifnya, kolektivitas itu juga, yang mengkoleksi itu dibikin profesional dan transparan," harap Ikang Fawzi.
Bagi Ikang, memaksakan tarif royalti, terutama pada pengusaha kecil atau UMKM, saat sistem belum siap hanya akan menimbulkan keributan yang sia-sia.
"Percuma juga kita maksain, nggak ada duitnya. Nggak dapat apa-apa juga, cuma ribut doang. Ngapain?," tanyanya.