- Nasib anak Sherly Tjoanda berubah usai suaminya meninggal dunia
- Anak bungsu Sherly putus sekolah di Amerika Serikat
- Si bungsu yang kini berusia 19 tahun putuskan untuk bekerja di Indonesia
Suara.com - Sherly Tjoanda, istri mendiang Benny Laos tidak kuasa menahan tangis saat menceritakan perubahan nasib yang dialami putra bungsunya usai kepergian sang ayah.
Dalam konten bincang-bincang di siniar Denny Sumargo, Sherly Tjoanda mulanya mengungkapkan anak-anaknya, terutama si bungsu menjadi sumber kekuatan utamanya.
Sherly Tjoanda melihat perubahan besar pada anak bungsunya yang tiba-tiba menjadi sosok yang jauh lebih dewasa dan bijaksana dari usianya.
"Ke anak-anakku sekarang larinya kalau lagi gundah. Tuhan itu kan kalau memberikan takdir juga Tuhan siapkan, anakku yang cowok itu tiba-tiba menjadi sangat bijak," ungkap Sherly Tjoanda, Selasa 18 November 2025.
"Jadi, setiap ada hal-hal yang saya tidak bisa putuskan atau dilema, dia bisa memberi jawaban yang lebih substansi dan lebih bijak daripada aku," lanjutnya.
Namun di balik kekagumannya itu, tersimpan rasa sedih yang mendalam setiap kali Sherly Tjoanda memandang anak bungsunya.
Gubernur Maluku Utara ini merasa kasihan karena putranya harus mengorbankan masa mudanya untuk bekerja di usia 19 tahun.
"Ya walaupun kadang sedih melihat mereka, kan anakku tadinya sekolah di Amerika dan sekarang harus pulang. Dia kerja sekarang, harus belajar kerja," ujar Sherly Tjoanda.
Sherly Tjoanda beranggapan di usia 19 tahun ini, sang anak seharusnya masih main-main tetapi nyatanya harus menemaninya bekerja.
Baca Juga: Detik-Detik Thariq Halilintar 'Buffering' Ditanya Deddy Corbuzier Soal Bisnis, Kenapa Begitu Ya?
"Ya kadang kasihan aja lihat dia. Masih muda banget, baru 19 tahun. Dia harusnya masih main, tapi dia harus nemenin aku," tuturnya sambil menangis dan menarik napas dalam.
Namun, Sherly Tjoanda juga menduga putranya memilih untuk selalu berada di sisinya, termasuk saat turun ke daerah-daerah karena ingin memastikan keamanannya.
"Ya mungkin dia merasa aman kalau nemenin saya turun ke daerah-daerah," lanjutnya.
Bagi Sherly, beban terberat bukanlah kesedihan yang dirasakan untuk dirinya setelah sang suami tiada, melainkan rasa iba terhadap sang anak setelah ayahnya tiada.
Ia mengaku sudah cukup tegar menghadapi takdirnya sebagai seorang janda, tetapi hatinya luluh setiap kali memikirkan anak-anaknya yang tak lagi memiliki ayah.
"Sebenarnya ketika kasihan sama saya, saya sudah cukup tegar. Tapi, kalau anak kasihan lah," kata Sherly Tjoanda, tak sanggup melanjutkan perkataannya karena menahan tangis.