Suara.com - Studi: Hubungan Erat dengan Keluarga Bisa Cegah Depresi Pada Remaja
Peran keluarga dalam pencegahan depresi sangat penting. Bahkan, kedekatan yang erat pada keluarga bisa mengurangi risiko depresi pada remaja.
Dilansir Reuters Health, Selasa (8/10/2019), remaja dengan hubungan keluarga yang positif lebih kecil untuk mengalami depresi selama masa remaja atau awal masa dewasa. Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi baru dari Amerika Serikat.
Para ilmuwan meneliti 18.185 sukarelawan mulai dari usia 15 tahun, dan berlanjut hingga usia 32 dan 43 tahun. Dalam serangkaian survei yang dilakukan, para peneliti bertanya kepada mereka tentang dinamika keluarga dan gejala depresi yang dirasakan.
Remaja dengan kondisi keluarga yang lebih baik dan jarang mengalami konflik dengan orangtua, memiliki risiko gejala depresi yang lebih rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan remaja yang hubungannya dengan keluarga tidak baik.
"Hubungan erat antara keluarga dan rendahnya intensitas konflik pada masa remaja tidak hanya melindungi remaja dari depresi selama masa remaja yang sensitif dan rentan, tetapi juga menjaga kesehatan mental hingga masa dewasa dan paruh baya,” kata salah satu penulis studi, Ping Chen dari University of North Carolina, Amerika Serikat.
Uniknya, manfaat kedekatan keluarga saat remaja bagi kesehatan mental memiliki dampak berbeda pada lelaki dan perempuan. Peneliti menyebut dampak pada perempuan terasa kuat hingga dewasa muda hingga usia 20-an.
"Sementara itu konflik orang tua-anak yang rendah bermanfaat untuk lelaki lebih lama di masa dewasa mudanya, dibandingkan dengan perempuan," tulis Chen lagi.
Untuk menilai dinamika keluarga, para peneliti bertanya kepada remaja seberapa sering mereka merasa anggota keluarga mereka memahami mereka, seberapa sering mereka bersenang-senang dengan keluarga, dan seberapa sering keluarga mereka memperhatikan mereka.
Baca Juga: Ayah Juga Bisa Depresi Setelah Istri Melahirkan, Kenali Tanda-tandanya!

Para peneliti juga bertanya tentang konflik orang tua-anak dan seberapa sering remaja berargumentasi dengan orang tua tentang perilaku mereka.
Namun, mereka tidak memiliki data tentang dinamika dan hubungan keluarga sebelum masa remaja. Dalam catatannya di jurnal JAMA Pediatrics, peneliti menytbu hal ini mungkin berdampak pada kesehatan mental, dan memengaruhi hasil penelitian.
"Studi ini tidak dapat menentukan apakah hubungan orang tua-anak menyebabkan depresi atau tidak, dan tidak menjelaskan mengapa keduanya dapat dikaitkan," kata Dr. Rebecca Dudovitz, seorang peneliti di Sekolah Kedokteran David Geffen di UCLA yang tidak terlibat dalam studi ini.
Meski begitu, Dudovitz menyebut ada teori yang mengatakan hubungan keluarga yang sehat memberikan dukungan sosial, dan membangun fondasi di otak dan tubuh untuk memberikan respons yang sehat saat stres.
"Karena remaja dan dewasa muda dihadapkan pada stres, mereka kemudian dapat mengatasinya dengan lebih mudah dan pulih dari stres lebih cepat, yang membantu menghindari depresi," paparnya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa remaja yang tinggal di lingkungan rumah yang mendukung, dengan pengasuh yang memahami dan memperhatikan mereka, dapat membantu membangun perasaan positif yang pada akhirnya membantu remaja lebih mudah menghadapi pasang surut kehidupan.