Suara.com - Meghan Markle mengaku sempat mencapai titik terendah secara emosional saat hamil putra pertamanya, Archie Mountbatten-Windsor. Bahkan, ia menghadiri acara glamor hanya untuk melindungi dirinya.
"Aku tidak bisa dibiarkan sendiri," kata Meghan, ketika menceritakan kisahnya kepada Oprah Winfrey pada Minggu (7/3/2021).
Meghan menceritakan pemikiran bunuh dirinya, menyadarkan banyak orang bahwa senyum dapat menutupi rasa sakit batin dan kehamilan dapat menimbulkan emosi yang menghancurkan, bahkan mengancam jiwa.
"Sangat penting untuk menormalkan (keinginan bunuh diri dalam kehamilan) sehingga lebih banyak wanita bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan, dibanding menstigmatisasi atau mempermalukan wanita untuk sesuatu yang umum dalam kehamilan," kata psikoterapis Ashley McGirt, pendiri dan presiden WA Therapy Fund.
Ide bunuh diri dalam kehamilan relatif umum dan terus meningkat

Stigma dapat menghalangi ibu hamil untuk melaporkan kondisinya dan kurangnya pembahasan topik ini juga bisa membuat mereka tidak menyadarinya.
"Seringnya, pikiran untuk bunuh diri ditutupi dengan ungkapan atau pikiran 'tidak ingin berada di sini' atau 'ingin menghilang'," sambungnya, dilansir Insider.
Dari penelitian yang ada, perkiraan prevalensi wanita hamil yang pernah berpikir untuk bunuh diri berkisar antara 3% hingga 33%.
Populasi tertentu, seperti orang berpenghasilan rendah dan mereka yang memiliki riwayat trauma, tampaknya sangat rentan.
Baca Juga: Belajar dari Aprilia Manganang, Bisakah Hipospadia Terdeteksi Sejak Hamil?
Dalam studi 2015 tentang wanita berpenghasilan rendah, sebanyak 23% di antaranya melaporkan keinginan bunuh diri.