Suara.com - Momentum perayaan Idul Adha atau Lebaran Haji identik dengan hidangan berlimpah, mulai dari olahan daging kurban hingga ketupat dan aneka kudapan manis.
Namun, pola konsumsi yang tinggi karbohidrat dan gula tersebut bisa berdampak kurang baik bagi kesehatan bila tidak diimbangi dengan pola makan seimbang. Di tengah kondisi tersebut, jamu tradisional kembali mencuri perhatian sebagai solusi alami yang menyehatkan.
Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Dr. (Cand.) dr. Inggrid Tania, M.Si, mengungkapkan bahwa konsumsi jamu pahitan yang berasal dari tanaman herbal seperti brotowali dan sambiloto bisa menjadi solusi untuk membantu tubuh menekan lonjakan asupan karbohidrat saat Lebaran Haji.
“Misalnya Lebaran Haji banyak makan ketupat ya, ketupat kan karbonya tinggi juga nah itu bisa minum jamu pahitan,” ujar Inggrid dikutip dari ANTARA Sabtu 24 Mei 2025.
Inggrid menjelaskan bahwa jamu pahitan memiliki khasiat dalam membantu menurunkan kadar gula darah dalam tubuh, khususnya ketika seseorang mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi seperti ketupat dan berbagai camilan manis khas hari raya.
Untuk mendapatkan manfaat maksimal, jamu pahitan sebaiknya dikonsumsi secara rutin, satu hingga dua kali sehari.
Namun, ia juga mengingatkan agar konsumsi jamu disesuaikan dengan kebutuhan tubuh masing-masing serta dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti usia, lingkungan, dan beban kerja.
“Misalnya yang paling gampang sebetulnya jamu-jamu gendong ya, itu kan sebetulnya bisa dikonsumsi oleh banyak kalangan atau golongan usia setiap hari secara rutin,” tambahnya.
Lebih lanjut, Inggrid juga menggarisbawahi pentingnya memanfaatkan berbagai jenis jamu lain sebagai bagian dari gaya hidup sehat.
Baca Juga: Bolehkah Kurban Patungan Lebih dari 7 Orang? Ini Penjelasan Lengkapnya Sesuai Syariat Islam!
Misalnya, beras kencur bisa membantu tubuh terasa lebih segar, sedangkan kunyit asam diketahui memiliki sifat anti aging yang mampu mencegah penuaan dini pada organ-organ vital seperti jantung dan pembuluh darah.
Sementara itu, bunga telang dan kamomil juga layak dikonsumsi karena berfungsi menurunkan tekanan darah serta meredakan stres, dua kondisi yang umum terjadi akibat pola makan yang tidak seimbang atau stres selama hari raya.
Selain jamu, Inggrid juga merekomendasikan konsumsi buah jambu biji sebagai pelengkap pola makan sehat. Jambu biji terbukti mampu membantu menyeimbangkan kadar gula darah dan kolesterol.
Bahkan, buah ini juga dikaitkan dengan penurunan tekanan darah dan peningkatan kesehatan pencernaan, terutama jika dikombinasikan dengan konsumsi makanan tinggi serat lainnya.
Tak hanya buahnya, rebusan daun jambu biji juga menyimpan potensi kesehatan. “Daun jambu biji juga bermanfaat sebagai anti mikroba penyebab infeksi saluran cerna, serta meningkatkan trombosit bagi pasien demam berdarah dengue,” jelas Inggrid.

Meski jamu tradisional saat ini banyak dikemas dalam bentuk suplemen atau ekstrak siap konsumsi, Inggrid menekankan pentingnya memilih ramuan jamu segar dari bahan alami.
Menurutnya, ramuan segar dari tumbuhan herbal lebih aman dikonsumsi sehari-hari, asal tetap memperhatikan dosis dan konsentrasi bahan aktif di dalamnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak sembarangan mengonsumsi produk herbal, terutama yang telah mengalami proses ekstraksi tinggi dan dikemas sebagai suplemen, karena dikhawatirkan bisa berdampak pada fungsi organ tubuh apabila tidak digunakan sesuai petunjuk.
Di tengah kembalinya tren kembali ke alam dan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehat, pesan yang disampaikan Inggrid menjadi pengingat bahwa warisan budaya seperti jamu memiliki tempat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara holistik, terutama saat momentum besar seperti Idul Adha.
Dengan menjadikan jamu dan buah-buahan lokal sebagai bagian dari pola makan sehari-hari, masyarakat dapat menikmati sajian hari raya tanpa harus mengorbankan kesehatan jangka panjang.