Baru Ada 138 Dari Target 500 Dokter Tulang Belakang di 2030, Mungkinkah Tercapai?

Senin, 21 Juli 2025 | 18:38 WIB
Baru Ada 138 Dari Target 500 Dokter Tulang Belakang di 2030, Mungkinkah Tercapai?
Ilustrasi dokter ortopedi. [Pexels/Anna Shvets]

Suara.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan Indonesia memiliki 500 dokter spesialis ortopedi konsultan tulang belakang pada 2030 mendatang, sayangnya saat ini baru ada sekitar 138 dokter dari seluruh penjuru Tanah Air. Benarkah karena sekolahnya mahal dan lama?

Fakta ini diungkap langsung Indonesian Orthopaedic Spine Surgeon Association (IOSSA) Dr. dr. I Gusti Lanang A. W., Sp.OT(K) yang mengatakan pencapaian target ini dinilai sulit karena disebabkan beberapa faktor, dari mulai ilmunya hingga jumlah target yang terlalu besar.

"Ada 138 dokter untuk ortopedi konsultan tulang belakang Indonesia, Menkes minta kalau bisa sampai 2030 kita sudah punya 500 (dokter). Ini sulit, selain jumlahnya tapi juga ilmunya," ujar Dr. Gusti saat konferensi pers perhelatan Orthopaedic Concurrent Meeting (OCM) 2025 di Shangri-La Hotel, Jakarta, Jumat (17/7/2025).

Untuk mencapai target ini, itulah sebabnya digelar pertemuan ilmiah rutin setiap tahunnya untuk memperbarui kemampuan dokter spesialis ortopedi, dan belajar langsung dari para master ortopedi khususnya tulang belakang yang tersebar di Indonesia maupun luar negeri.

Dibanding hanya pertemuan pada IOSSA saja, maka OCM 2025 digelar untuk mempertemukan tiga asosiasi besar yaitu IOSSA, Indonesian Orthopaedic Trauma Society (IOTS), dan Indonesian Orthopaedic Pain Intervention Society (IOPIS) yang digelar selama 4 hari yakni sejak 16 hingga 19 Juli 2025.

Chairman of OCM 2025, dr. Andra Hendriarto, Sp.OT(K), Subsp.OT di Shangri-La Hotel, Jakarta, Jumat (17/7/2025) (Suara.com/Dini Afrianti)
Chairman of OCM 2025, dr. Andra Hendriarto, Sp.OT(K), Subsp.OT di Shangri-La Hotel, Jakarta, Jumat (17/7/2025) (Suara.com/Dini Afrianti)

OCM 2025 bukan cuma digelar untuk dokter spesialis ortopedi tapi juga terbuka untuk kehadiran mahasiswa kedokteran, dokter umum, serta residen ortopedi yang ingin memperdalam wawasan dan berdiskusi secara akademis.

Hal ini sejalan dengan program pemerintah yang gencar 'mencetak' dokter spesialis ortopedi, khususnya untuk bisa melakukan tindakan lebih cepat di daerah. Apalagi para dokter daerah ini kata Dr. Gusti tidak perlu sekolah yang lama untuk bisa melakukan tindakan darurat.

Para dokter di daerah ini bahkan bisa melalui pendidikan yang lebih singkat yaitu cukup satu tahun menjalani program fellowship, lalu bisa mengerjakan masalah darurat tulang belakang.

"Ada yang namanya hospital based itu, satu tahun disebut fellowship jadi difokuskan pelayanan, dokter di rumah sakit non-pendidikan. Fellowship ini dibuat agar dokter di daerah bisa sekolah lebih cepat dan bisa dikerjakan, jadi dapatkan kompetensi tambahan di tulang belakang," papar Dr. Gusti.

Baca Juga: Bukan Reza Gladys, Fitri Salhuteru Ungkap Identitas Biang Kerok yang Bikin Nikita Mirzani di Penjara

Dr. Gusti menambahkan dari kompetensi tambahan untuk dokter umum di daerah, nantinya para dokter ini juga bisa mempelajari lebih dalam seputar spesialisasi tersebut dengan menjalani pendidikan di rumah sakit pendidikan di bawah naungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Adapun dari sisi biaya Dr. Gusti juga membantah untuk menjadi dokter spesialis ortopedi konsultan tulang belakang itu berbiaya mahal, yang hasilnya menyebabkan harga pengobatan jadi mahal. Ini karena banyak rumah sakit di daerah yang mengeluarkan beasiswa karena membutuhkan dokter dengan kompetensi tersebut.

"Beasiswa ada banyak, rerata fellowship di daerah itu memberikan beasiswa, dari Kemenkes atau dari rumah sakitnya, karena mereka butuh dokternya. Biasanya Pemerintah Daerah itu support, tapi memang ada kontraknya, jadi setelah selesai sekolahnya jangan pergi," papar Dr. Gusti.

Di sisi lain Chairman of OCM 2025, dr. Andra Hendriarto, Sp.OT(K), Subsp.OT menjelaskan pertemuan ilmiah ini juga meliputi kursus dan pelatihan teknis dokter untuk berpraktik menggunakan jenazah manusia yang diawetkan alias cadaver.

Selain itu ada juga lokakarya alias workshop untuk memperbarui kemampuan dokter ortopedi, lalu kuliah umum dari pembicara utama yang dikenal sebagai master ortopedi dari Indonesia hingga luar negeri seperti Amerika Serikat, Italia, Hongkong, Taiwan, Thailand hingga Bangladesh.

"Mengadakan workshop pelatihan langsung dengan instruktur dari mancanegara, pelatihan langsung dari FKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) menggunakan jenazah, langsung aplikasikan dari instruktur mancanegara kepada jenazah di FKUI," jelas dr. Andra.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI