Suara.com - Prokontra sistem pemilu 2024 terus bergulir. Mayoritas partai di parlemen menolak sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup, kecuali PDIP Perjuangan. Partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu ngotot sistem propersional tertutup.
POLEMIK itu bermula dari pengajuan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi. Judicial Review dari beberapa kader PDI Perjuangan itu teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 pada 16 November 2022.
Polemik itu semakin memanas setelah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari melontarkan pernyataan ada kemungkinan menggunakan sistem proporsional tertutup yang kini dalam proses judicial review di MK.
Pernyataan SBY
PDI Perjuangan dan Partai Demokrat ‘perang urat saraf’. Keduanya saling sindir soal sistem pemilu. Awalnya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY mempertanyakan urgensi pengujian sistem pemilu yang bergulir di MK. "Saya mulai tertarik dengan isu penggantian sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup. Informasinya, Mahkamah Konstitusi akan segera memutus mana yang hendak dipilih dan kemudian dijalankan di negeri ini. Sebelum yang lain, dari sini saya sudah memiliki satu catatan," tulis SBY dalam keterangannya pada Minggu (19/2/2023).
Dalam catatannya, SBY mempertanyakan tepat tidaknya sistem Pemilu diubah dan diganti saat tahapan Pemilu sudah mulai berjalan. "Benarkah sebuah sistem pemilu diubah dan diganti ketika proses pemilu sudah dimulai, sesuai dengan agenda dan time-line yang ditetapkan oleh KPU? Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan?" tanya SBY.
Pertanyaan ini, kata SBY, tentu dengan asumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini.
Ia juga menanyakan, apakah saat ini, ketika proses Pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di Indonesia. Seperti situasi krisis tahun 1998, sehingga sistem Pemilu mesti diganti di tengah jalan.
SBY berpendapat, penting dimusyawarahkan bersama soal sistem Pemilu tersebut ketimbang menempuh jalan pintas dengan melakukan judical review ke MK. "Sangat mungkin sistem pemilu Indonesia bisa kita sempurnakan karena saya juga melihat sejumlah elemen yang perlu ditata lebih baik. Namun, janganlah upaya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka-tertutup semata," ujar SBY.
Menurut dia, tatanan kehidupan bernegara yang baik dan dalam sistem demokrasi yang sehat, ada semacam konvensi baik yang bersifat tertulis maupun tidak. “Apa yang saya maksud? Jika kita hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental. Misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara. Perlu dilibatkan," kata SBY.
Keterlibatan rakyat kata SBY, bisa dengan berbagai cara. Salah satunya menggunakan sistem referendum yang formal maupun jajak pendapat yang tidak terlalu formal.
SBY beranggapan, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan atau power yang dimilikinya. "Dan kemudian melakukan perubahan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan 'hajat hidup rakyat secara keseluruhan'," tutur SBY.
"Menurut pendapat saya, mengubah sistem pemilu itu bukan keputusan dan bukan pula kebijakan biasa, yang lazim dilakukan dalam proses dan kegiatan manajemen nasional (kebijakan pembangunan misalnya)," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY menyatakan partainya dengan Partai NasDem menjadi partai terdepan yang menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup. Pernyataan itu disampaikan AHY dalam konferensi pers seusai pertemuan dengan Ketum NasDem Surya Paloh di DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Rabu (22/2). "Kami akan menjadi yang terdepan, Nasdem maupun Demokrat untuk menolak isu yang saat ini terus meresahkan yaitu wacana sistem pemilu proporsional tertutup versus proporsional terbuka," kata AHY.
Menurut dia, wacana penerapan sistem proporsional tertutup bak membeli kucing dalam karung. Menerapkan sistem pemilu proporsional tertutup, kata AHY, hanya akan membuat Indonesia jauh mundur ke belakang. "Kalau kita kembali ke sistem proporsional tertutup artinya kita set back, mundur sekian belas tahun ke belakang, rugilah kita semua karena hak rakyat dirampas," ujarnya.