Menu selanjutnya pun tiba, kali ini sepotong sushi yang tak terlihat seperti sushi menghiasi meja saya. Berbalut kulit berwarna cokelat, saya sempat bertanya-tanya apakah ini benar-benar sushi.
Ternyata, ini merupakan inovasi baru yang coba ditawarkan koki di resto.
Pada gigitan pertama Inari Sushi ini akhirnya saya dapati bentuk asli onigiri (nasi Jepang) berbalut kantung yang menyisakan rasa manis begitu dalam.
Menurut Koji Kanoi, kantung luar sushi ini terbuat dari aburagee (tahu goreng kering) yang dicelupkan ke dalam kecap manis Jepang.
"Sushi sederhana ini terbuat dari nasi yang kita balut dengan tahu kering. Paling nikmat jika disantap langsung tanpa menggunakan alat makan," ujarnya.
Setelah sushi ada juga menu Mixed Seafood Furai yang sempat saya coba. Menu ini terdiri atas udang dan ikan salmon yang digoreng berbalut tepung.
Rasanya tidak terlalu spesial namun pas jika menjadi teman santap ramen yang cenderung berat. Seperti resto Jepang lainnya, menu Mixed Seafood Furai dilatarbelakangi dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang menyukai panganan gorengan.
Selain dari menu-menu di atas, ada empat menu baru lainnya yang tak kalah inovatif. Di antaranya adalah New Combo (pilihan paket ramen), Onigiri, Chicken Katsu, dan Mini Sized Ramen. Untuk harga semangkuk ramen, dibanderol Rp70.000 Rp 140.000-an.
Di negeri asalnya, Jepang, Hokkaido Ramen Santouka dibuka pertama kalinya pada 1998 di Hokkaido, oleh seorang Chef Jepang bernama Hatanaka.
Bermula dari hanya sembilan kursi dan satu menu, resto ramen ini telah melebarkan sayapnya di beberapa negara di dunia. Di antaranya Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Hongkong, Taiwan, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan juga Indonesia.