Pekerjaan apa pun bisa diadaptasi menjadi green job. Seorang pendongeng sekalipun bisa masuk kategori green job, kalau materi ceritanya mengandung unsur yang berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan. Misalnya, ia bercerita tentang ibu yang dengan cara-cara unik mengingatkan anaknya agar mematikan lampu ketika tidak digunakan.
3. Terdorong oleh green economy
Kajian dari World Economy Forum: Future of Jobs pada 2016 mengungkap bahwa sektor energi dan berbagai industri di seluruh dunia mulai beralih ke green economy. Hal ini terjadi karena ada isu tentang perubahan iklim dan kekhawatiran dunia akan ketersediaan sumber daya alam.
Menurut Koiromah, green economy berarti aktivitas ekonomi yang tidak mengabaikan lingkungan. Artinya, sebuah perusahaan tidak melakukan praktik ekstraksi yang berlebihan dan selalu mempertimbangkan dampak aktivitasnya terhadap lingkungan. Sekaligus juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
“Implikasinya, tingkat kesejahteraan dalam perusahaan maupun secara makro akan meningkat. Selain itu, ekonomi hijau juga membuka kesempatan bagi seluruh kalangan, termasuk kaum marjinal,” katanya lagi.
Saatnya #TimeforActionIndonesia. Karena melesatnya popularitas mobil listrik sebagai kendaraan yang ramah lingkungan, sejumlah perusahaan raksasa ramai-ramai memproduksi mobil listrik. Tapi, karena harganya cukup tinggi, diperkirakan ke depan akan tumbuh usaha yang mengubah mobil dan motor konvensional menjadi mobil dan motor listrik.
Tak ketinggalan, ada pula yang membuat teknologi daur ulang baterai lithium-ion untuk digunakan kembali pada motor maupun mobil listrik. Selain itu, ada yang membangun instalasi untuk charging station. Usaha seperti ini membuka peluang terciptanya green job di sektor transportasi.
4. Terciptanya jenis pekerjaan baru
Coaction Indonesia mencoba menghitung kebutuhan tenaga kerja langsung di energi terbarukan berdasarkan kapasitas terpasang dalam target RUEN (Rencana Umum Energi Nasional).
Koiromah menguraikan, pada 2030 akan dibutuhkan lebih dari 430.000 tenaga kerja langsung, yaitu tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses pembangunan pembangkit untuk menghasilkan energi listrik dengan energi terbarukan.
Antara lain, tenaga kerja untuk feasibility study, mendesain pembangkit, teknisi, petugas operasional dan perawatan, serta pekerja yang membangun pembangkit. Dari pembangunan itu, tumbuh juga pekerjaan yang tidak langsung dan yang terinduksi, seperti sales engineer, analis, legal, dan konsultan.
“Di sektor energi, green job akan semakin booming. Jumlah tenaga kerja yang berkaitan dengan fosil akan menurun. Sebab, banyak perusahaan akan beralih ke energi terbarukan. Maka, pada 2050 nanti, diperkirakan akan ada lebih dari 1 juta green job yang tercipta dari sektor energi. Dan, itu merupakan pekerjaan langsung. Belum lagi pekerjaan tidak langsung dan pekerjaan yang terinduksi,” kata Koiromah.
Ia menjelaskan, nantinya akan ada pekerjaan yang benar-benar hilang, karena industrinya akan lenyap. Contohnya, para tenaga kerja di industri plastik, jika sudah benar-benar dilarang. Di samping itu, ketika nanti batubara tak boleh lagi digunakan, pekerjaan yang terkait penambangan batu bara juga akan hilang.
Baca Juga: Wanita Ini Kerjanya di Seberang Rumah, Sosok yang Mengawasi Buat Warganet Iri
Sebaliknya, akan muncul sederet pekerjaan baru yang tercipta, ketika kita memasuki ekonomi hijau. Maka, #MudaMudiBumi bisa ambil bagian dari pekerjaan itu. Misalnya, nantinya pajak karbon akan diterapkan. Artinya, harus ada orang yang bisa menghitungnya. Pekerjaan ini sebelumnya tidak ada. Kesempatan inilah yang bisa dimanfaatkan oleh generasi muda.
5. Semua generasi bergerak
Sejumlah riset mengungkap bahwa generasi milenial punya ketertarikan khusus terhadap lingkungan hidup. Karena itu, mereka menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan.
Namun, Koiromah melihat, yang terlibat dalam green job tidak hanya generasi milenial. Jajaran direktur perusahaan pembangkit listrik, misalnya, bisa jadi punya ketertarikan terhadap lingkungan. Atau, ketertarikan itu didorong oleh regulasi, contohnya tentang penggunaan energi terbarukan. Secara usia, generasi mereka berada di atas generasi milenial.
Menurut Koiromah, banyak peluang untuk masuk ke green job tanpa melihat generasinya. Yang perlu dilakukan kemudian adalah menambah kapasitas diri. Sama seperti mahasiswa yang baru lulus kuliah. Ketika diterima di satu perusahaan, ia akan diberi berbagai training oleh perusahaan agar memiliki skill yang tepat.
Ketika berpindah ke energi terbarukan, para direktur ini punya pemikiran dan skill yang dibutuhkan. Karena, sebenarnya hard skill untuk pekerjaan konvensional maupun green job akan sama saja. Mereka hanya perlu menambah atau mengasah skill, serta upgrade pengetahuan.
“Karena green job berarti melakukan praktik yang memperhatikan kelestarian lingkungan, orang yang melakoni pekerjaan itu perlu memiliki pengetahuan tentang lingkungan hidup, antara lain tentang perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, regulasi terkait lingkungan, cara mengurangi limbah, juga sistem daur ulang yang bisa diaplikasikan di perusahaan. Akan lebih baik lagi, jika di kantor ia mempraktikkan gaya hidup yang ramah lingkungan. Misalnya, mengurangi penggunaan kertas dan memakai listrik seperlunya saja,” pungkas Koiromah.