4. Salam Kebajikan (Konghucu)
Salam tersebut umumnya diucapkan setelah ucapan assalamuaalaikum warahmatullahi wabarakatuh untuk membuka forum atau acara yang digelar.
Setelah ditelusuri, salam lintas agama baru populer di era reformasi ini. Hal tersebut dilakukan sebagai salam penghormatan kepada seluruh pemeluk agama, sekaligus sebagai simbol kerukunan serta toleransi beragama antar umat di Indonesia.
Pro Kontra Salam Lintas Agama
Terdapat beragam tanggapan terhadap keputusan MUI terhadap larangan penggunaan salam lintas agama ini. Beberapa pihak setuju namun ada pula yang kontra dengan keputusan ini.
1. Tanggapan Ketua PBNU
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) mengungkapkan tanggapan dari hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa itu. Gus Fahrur awalnya berbicara tentang makna salam sebagai doa kebaikan untuk semua umat.
Apabila konteks salam yang dimaksud oleh Ijtima Ulama Fatwa diucapkan saat hendak berpidato misalnya, Gus Fahrur menilai sebaiknya seseorang memilih ucapan salam yang bersifat umum, sehingga maknanya bisa lebih dipahami oleh semua orang.
"Dalam soal salam ini, saya kira sebaiknya menggunakan salam yang berlaku umum saja, misalnya salam selamat pagi dan selamat malam, itu sudah cukup baik dan dapat dipahami oleh semua orang," tuturnya.
2. Tanggapan Komisi VIII DPR
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa pengucapan salam lintas agama tidak bisa diartikan sebagai mencampuradukkan berbagai agama yang ada.
Kang Ace, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa orang yang mengucapkan salam agama lain bukan berarti ia meyakini agama tersebut. Namun, pengucapan salam itu ditujukan hanya kepada orang-orang yang meyakininya saja. Meski demikian ia tetap menghormati keputusan MUI.
3. Tanggapan Kemenag
Tanggapan juga datang drai Kementerian Agama (Kemenag) RI. Kemenag RI menjelaskan bahwa salam lintas agama adalah sebuah praktik baik yang mencerminkan kerukunan umat. Sehingga tidak sampai pada persoalan keyakinan yang dianut.