Apabila konteks salam yang dimaksud oleh Ijtima Ulama Fatwa diucapkan saat hendak berpidato misalnya, Gus Fahrur menilai sebaiknya seseorang memilih ucapan salam yang bersifat umum, sehingga maknanya bisa lebih dipahami oleh semua orang.
"Dalam soal salam ini, saya kira sebaiknya menggunakan salam yang berlaku umum saja, misalnya salam selamat pagi dan selamat malam, itu sudah cukup baik dan dapat dipahami oleh semua orang," tuturnya.
2. Tanggapan Komisi VIII DPR
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa pengucapan salam lintas agama tidak bisa diartikan sebagai mencampuradukkan berbagai agama yang ada.
Kang Ace, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa orang yang mengucapkan salam agama lain bukan berarti ia meyakini agama tersebut. Namun, pengucapan salam itu ditujukan hanya kepada orang-orang yang meyakininya saja. Meski demikian ia tetap menghormati keputusan MUI.
3. Tanggapan Kemenag
Tanggapan juga datang drai Kementerian Agama (Kemenag) RI. Kemenag RI menjelaskan bahwa salam lintas agama adalah sebuah praktik baik yang mencerminkan kerukunan umat. Sehingga tidak sampai pada persoalan keyakinan yang dianut.
"Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing, dan secara sosiologis, salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi," ucap Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin dalam keterangannya dalam situs Kemenag RI.
Kamaruddin Amin mengungkap, dalam praktiknya, salam lintas agama ini menjadi sarana untuk menebar damai yang juga merupakan ajaran dari masing-masing agama. Hal ini sekaligus menjadi ajang untuk bertegur sapa dan menjalin silaturahmi.
Sekian uraian tentang salam lintas agama seperti apa. Semoga informasi ini bermanfaat!
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari